Artikel KPU Kab. Jayawijaya

Sejarah KPU Indonesia, Dari Reformasi 1998 hingga Era Saat ini

Wamena, Sejarah KPU Indonesia dimulai sejak era Reformasi 1998, ketika bangsa ini bertekad membangun sistem pemilu yang jujur, adil, dan mandiri. Pembentukan KPU pertama tahun 1999 menjadi tonggak penting lahirnya lembaga penyelenggara pemilu independen, yang terus berevolusi dari masa ke masa hingga kini menjadi pilar utama demokrasi di Indonesia. Baca Juga : Wajah Demokrasi Lokal Pasca Pemilu Nasional pada Pilkada Kabupaten Jayawijaya 2024 Awal Berdirinya KPU di Era Reformasi 1998 Komisi Pemilihan Umum (KPU) Indonesia lahir sebagai tonggak demokrasi pasca Reformasi 1998. Pembentukan KPU pertama pada 1999 menandai babak baru penyelenggaraan pemilu yang bebas dari intervensi pemerintah. Berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 16 Tahun 1999, KPU pertama beranggotakan 53 orang dari unsur pemerintah dan partai politik, dan dilantik oleh Presiden BJ Habibie. Namun, sistem ini dinilai masih belum sepenuhnya mandiri. Karena itu, pada masa KPU kedua (2001–2007), komposisi berubah menjadi 11 anggota dari kalangan akademisi dan LSM — dipilih Presiden Abdurrahman Wahid pada 11 April 2001. Langkah ini memperkuat independensi lembaga penyelenggara pemilu di Indonesia. Transformasi Menuju KPU yang Independen dan Profesional Memasuki periode ketiga (2007–2012), melalui Keppres No. 101/P/2007, KPU beranggotakan tujuh orang dari unsur profesional, peneliti, birokrat, dan mantan anggota KPU provinsi. Sejak saat itu, arah pembenahan kelembagaan semakin jelas: menciptakan KPU yang mandiri, profesional, dan kredibel di mata publik. Kesadaran akan pentingnya lembaga pemilu yang bersih melahirkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilu, yang mempertegas sifat KPU sebagai lembaga nasional, tetap, dan mandiri. UU ini juga menjadi dasar terbentuknya Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) sebagai lembaga pengawas independen. Membangun Jantung Demokrasi yang Ramping dan Inklusif Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 menjadi tonggak penting yang mengubah cara kita menyelenggarakan pemilu. Bukan sekadar perubahan kosmetik, UU ini hadir untuk memperkuat fondasi Komisi Pemilihan Umum (KPU). Salah satu terobosan paling progresif adalah perampingan jumlah anggota KPU, dari sebelas menjadi tujuh orang, disertai penegasan yang membanggakan: wajib ada kuota minimal 30% keterwakilan perempuan. Ini adalah langkah nyata menuju kepemimpinan yang lebih seimbang dan inklusif. Untuk memastikan stabilitas, KPU kini menancapkan struktur permanen yang solid hingga tingkat provinsi dan kabupaten/kota—layaknya tulang punggung yang kuat. Sementara itu, pasukan pelaksana di lapangan (seperti PPK, PPS, dan KPPS) bekerja secara ad hoc (sementara) dan sigap, siap bergerak sesuai kebutuhan tahapan pemilu. Tak kalah penting, untuk menjaga kesucian dan integritas seluruh proses, lahirnya Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) berfungsi sebagai palang pintu moral. DKPP inilah yang memastikan setiap anggota KPU dan Bawaslu menjalankan tugasnya dengan hati nurani, sehingga aspirasi kita semua benar-benar teramankan. Pemilu Serentak dan Lahirnya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 Perjalanan panjang reformasi pemilu mencapai babak penting ketika Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan permohonan Effendi Gazali pada 2014 melalui Putusan Nomor 14/PUU-XI/2013. Putusan ini memerintahkan agar Pemilu Presiden dan Legislatif digelar serentak, yang akhirnya diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017. UU ini mengintegrasikan tiga undang-undang sebelumnya, sekaligus menyatukan sistem pemilu nasional. Sejak saat itu, KPU memiliki tugas lebih besar dalam mengatur seluruh tahapan, mulai dari pendaftaran peserta, penetapan calon, pemutakhiran data pemilih, hingga rekapitulasi hasil suara. Tugas dan Wewenang KPU dalam UU No. 7 Tahun 2017 KPU memiliki tugas utama sebagaimana diatur dalam Pasal 12 UU Pemilu, di antaranya: Merencanakan program, anggaran, dan jadwal pemilu Menyusun dan menetapkan Peraturan KPU Memutakhirkan data pemilih berdasarkan data kependudukan Mengumumkan hasil rekapitulasi dan penetapan calon terpilih Melakukan sosialisasi dan evaluasi seluruh tahapan pemilu Sementara dalam Pasal 13, KPU juga berwenang menetapkan peserta pemilu, mengesahkan hasil rekapitulasi nasional, membentuk struktur penyelenggara di semua tingkatan, serta menunjuk auditor publik untuk mengaudit dana kampanye. Daftar Ketua KPU dari Masa ke Masa Berikut daftar Ketua KPU Republik Indonesia sejak Reformasi: Rudini (1999–2001) Nazaruddin Sjamsuddin (2001–2005) Abdul Hafiz Anshari (2007–2012) Husni Kamil Manik (2012–2016) Arief Budiman (2017–2021) Hasyim Asy’ari (2022–2024) Mochammad Afifuddin (2024-2027) Kesimpulan Sejarah KPU Indonesia menunjukkan perjalanan panjang dalam memperkuat fondasi demokrasi bangsa. Dari lahirnya lembaga ini di masa reformasi 1998 hingga transformasi ke era digital, KPU terus berkembang menjadi penyelenggara pemilu yang mandiri, transparan, dan profesional. Setiap perubahan yang dilakukan bertujuan untuk memastikan suara rakyat benar-benar menjadi penentu arah pembangunan negara. Dengan terus beradaptasi terhadap kemajuan teknologi dan tantangan zaman, KPU Indonesia membuktikan komitmennya sebagai garda terdepan dalam menjaga kemurnian demokrasi di Indonesia. (Ar) Baca Juga : Gubernur Pertama Papua Pegunungan John Tabo Referensi: Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia (KPU RI). 

Pesta Demokrasi dalam Rupa Karakter : Perjalanan Maskot Pemilu Indonesia dari Masa ke Masa

Wamena-Komisi Pemilihan Umum (KPU) Republik Indonesia secara rutin meluncurkan maskot untuk setiap penyelenggaraan Pemilu (Pemilihan Umum) sebagai sarana sosialisasi dan upaya untuk menarik partisipasi pemilih. Berikut adalah perjalanan maskot Pemilu Indonesia dari tahun ke tahun. Baca Juga : Wajah Demokrasi Lokal Pasca Pemilu Nasional pada Pilkada Kabupaten Jayawijaya 2024 1. Pemilu 2009: Si Contreng Bentuk Si Contreng mirip pulpen (pena) berwarna oranye dan abu-abu. Mencerminkan mekanisme pemilihan pada Pemilu 2009, di mana pemilih cukup membubuhkan tanda contreng (centang) pada surat suara untuk menentukan suara sah. Si Contreng digambarkan sedang membuat tanda contreng atau centang pada kertas. Maskot ini mengingatkan pemilih tentang cara mencoblos yang sah. 2. Pemilu 2014: Si Kora Pada pagelaran pesta demokrasi pada tahun 2014 ini KPU mengeluarkan Si Kora sebagai maskot pemilu, singkatan Si Kora diambil dari Kotak Suara. Secara harfiah merepresentasikan wadah yang sangat penting dalam proses Pemilu, yaitu kotak suara di Tempat Pemungutan Suara (TPS). Si Kora berbentuk kotak suara dan digambarkan membawa surat suara di tangan kanannya, simbol ajakan untuk menggunakan hak pilih. Maskot ini karya Lilyk Sugiarti dengan judul "Ayo Memilih" dengan mengusung semangat untuk mengajak masyarakat berpartisipasi dalam Pemilu 2014. 3. Pemilu 2019: Sang Sura Pemilu 2019 KPU kembali mengeluarkan maskot Pemilu dengan nama Sang Sura, akronim dari Sang Surat Suara.        Melambangkan surat suara sebagai elemen vital yang digunakan pemilih untuk menentukan pilihan. Bentuk Sang Sura digambarkan sebagai karakter surat suara dan memegang paku pencoblos di tangan kanannya. Mengingatkan pemilih akan instrumen dan proses pencoblosan. Sang Sura memiliki kesan tegas dan ramah. Garis atau guratan yang tebal menunjukkan kesan tegas dan kuat, sementara ekspresi wajahnya yang optimis dan penuh semangat memberikan kesan ramah. Maskot ini merupakan Karya David Wijaya.   4. Pemilu 2024: Sura dan Sulu Pesta demokrasi tahun 2024 kemarin, KPU memilih Sura dan Sulu sebagai maskot Pemilu. Sura dan Sulu adalah maskot pertama dimana maskot Pemilu hadir dalam sepasang karakter (laki-laki dan perempuan). Sura dan Sulu berbentuk Sepasang burung Jalak Bali (fauna endemik Indonesia). Melambangkan kekayaan hayati Indonesia dan kicauan burung yang melambangkan suara pemilih. - Sura (Jalak Bali jantan): Akronim dari "Suara Rakyat". Membawa paku pencoblosan di tangan kanan dan mengacungkan jari kelingking berwarna ungu di tangan kiri (tanda sudah memilih). - Sulu (Jalak Bali betina): Akronim dari "Suara Pemilu". Terlihat dari bulu matanya. Kesan dari Sura dan Sulu ini berwajah ceria. Merepresentasikan pemilih Pemilu 2024 yang diprediksi didominasi oleh generasi muda, mencerminkan semangat generasi muda yang saling menyuarakan diri, seperti kicauan burung-burung. Sura dan Sulu diciptakan oleh Stephanie. Maskot ini mewakili Suara Rakyat dan Suara Pemilu seluruh rakyat Indonesia, baik laki-laki maupun perempuan, memiliki hak yang sama. (CHCW) Baca Juga : Gubernur Pertama Papua Pegunungan John Tabo

Memahami Fondasi Pemilihan, Pilar Demokrasi yang Mengamankan Aspirasi Masyarakat

Wamena — Pemilihan umum dan Pilkada bukan sekadar rutinitas politik, melainkan wujud nyata dari semangat demokrasi di Kabupaten Jayawijaya. Melalui proses ini, masyarakat diberi kesempatan menentukan arah kepemimpinan daerahnya, dengan harapan lahir pemimpin yang berwibawa, adil, dan benar-benar dipercaya rakyat. Baca Juga : Wajah Demokrasi Lokal Pasca Pemilu Nasional pada Pilkada Kabupaten Jayawijaya 2024 Definisi Asas Pemilihan Asas pemilihan merupakan prinsip dasar yang menjadi pedoman dalam setiap tahapan pemilu. Asas ini menjamin bahwa proses pemilihan berlangsung sesuai dengan nilai-nilai demokrasi dan menghormati hak-hak asasi manusia. Tanpa penerapan asas yang kuat, pemilihan dapat kehilangan makna dan mudah terjebak dalam praktik curang, diskriminatif, atau manipulatif yang merugikan kepercayaan publik. Lima Asas Utama Pemilihan Asas Langsung Setiap pemilih memiliki hak untuk memberikan suaranya secara langsung tanpa diwakilkan oleh siapa pun. Prinsip ini memastikan bahwa setiap suara benar-benar mencerminkan kehendak individu, bukan pihak lain. Asas Umum Semua warga negara yang memenuhi syarat memiliki hak untuk memilih dan dipilih tanpa adanya diskriminasi. Tidak boleh ada kelompok atau golongan yang diabaikan dalam proses demokrasi. Asas Bebas Setiap pemilih berhak menentukan pilihannya tanpa tekanan, paksaan, atau pengaruh dari pihak mana pun. Kebebasan ini menjadi cerminan penghormatan terhadap hak pribadi warga negara. Asas Rahasia Kerahasiaan suara dijamin sepenuhnya agar pemilih merasa aman dan bebas dalam menentukan pilihannya tanpa takut adanya intimidasi atau tekanan. Asas Jujur dan Adil Seluruh tahapan pemilihan harus dilakukan secara terbuka, transparan, dan tanpa kecurangan. Kesetaraan bagi seluruh peserta menjadi syarat mutlak untuk menjaga kepercayaan publik terhadap hasil pemilihan. Pentingnya Asas Pemilihan bagi Demokrasi Penerapan asas-asas pemilihan bukan hanya kewajiban formal, tetapi juga penentu kualitas demokrasi. Dengan menjunjung tinggi asas langsung, umum, bebas, rahasia, serta jujur dan adil, pemilihan dapat mencerminkan aspirasi masyarakat secara murni. Sebaliknya, pelanggaran terhadap asas ini sering kali memicu konflik, ketidakpuasan, hingga menurunnya kepercayaan masyarakat terhadap lembaga penyelenggara pemilu. Penyelenggaraan Pemilihan di Indonesia Sebagai salah satu negara demokrasi terbesar di dunia, Indonesia terus berupaya memperkuat integritas penyelenggaraan pemilu. Komisi Pemilihan Umum (KPU) berperan penting dalam memastikan setiap tahapan pemilihan berjalan sesuai asas dan peraturan yang berlaku. Melalui pengawasan yang ketat, transparansi, serta partisipasi aktif masyarakat, pemilu diharapkan benar-benar menjadi sarana kedaulatan rakyat yang bermartabat dan terpercaya. (ARD) Baca Juga : Gubernur Pertama Papua Pegunungan John Tabo

Wajah Demokrasi Lokal Pasca Pemilu Nasional pada Pilkada Kabupaten Jayawijaya 2024

Wamena, Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Kabupaten Jayawijaya 2024 direncanakan pada 27 November 2024 sebagai kelanjutan dari proses demokrasi setelah Pemilu Nasional 2024. Pelaksanaan Pilkada Kabupaten Jayawijaya tahun 2024 ditandai oleh tingginya dinamika politik lokal, pengawasan ketat oleh lembaga terkait, serta diskusi mengenai aspek teknis pelaksanaan seperti pembaruan daftar pemilih dan pendanaan anggaran. baca juga : Jadwal Pemilu 2029 dan Isu Pemisahan Pemilu Pusat serta Daerah Ringkasan jadwal dan tata penyelenggaraan Komisi Pemilihan Umum (KPU) merilis peraturan dan jadwal tahapan Pilkada 2024 yang mencakup pembentukan lembaga ad-hoc, pendaftaran calon, kampanye, hingga pemungutan suara pada 27 November 2024. Proses administratif seperti pembentukan PPK/PPS/KPPS dan pengumuman DPT berlangsung sepanjang tahun sesuai dengan regulasi yang telah ditetapkan. Penetapan peraturan dan tahapan ini bertujuan untuk menyelaraskan prosedur di seluruh wilayah penyelenggaraan terutama Kabupaten Jayawijaya. Luas cakupan dan statistik penting Pilkada Kabupaten Jayawijaya 2024 meliputi 40 Distrik menjadikannya salah satu pelaksanaan pilkada terbesar dalam beberapa tahun terakhir. Selain dari jumlah distrik, perhatian juga difokuskan pada jumlah pemilih potensial, pengaturan anggaran penyelenggaraan, serta kemampuan badan ad-hoc yang mengikutsertakan ratusan penyelenggara di tingkat kecamatan dan TPS. Isu utama menjelang dan saat Pemungutan Suara Kepastian data pemilih (DPT/DPS): Pembaruan data pemilih kembali menjadi perdebatan mengenai akurasi daftar yang sangat memengaruhi legitimasi hasil. KPU Kabupaten Jayawijaya berkomitmen menyediakan akses pengecekan DPT secara online untuk masyarakat. Anggaran dan logistik: Penyelenggaraan dalam skala besar memerlukan dana yang signifikan oleh karena itu, Pemerintah Daerah Kabupaten Jayawijaya dan KPU Kabupaten Jayawijaya bekerja sama untuk memastikan logistik sampai ke TPS yang terpencil. Keamanan dan netralitas penyelenggara: Pemerintah Kabupaten Jayawijaya dan Aparat Keamanan Kabupaten Jayawijaya menunjukkan komitmen untuk menjaga kelancaran dan keamanan Pilkada. Bawaslu Kabupaten Jayawijaya berperan dalam pengawasan netralitas serta pelanggaran dalam kampanye. Proses penghitungan, rekapitulasi, dan sengketa Setelah hari pemungutan suara, proses rekapitulasi berlangsung berjenjang mulai dari TPS hingga KPU Kabupaten Jayawijaya, Provinsi Papua Pegunungan, dan pusat. Media Lokal memberikan laporan tentang rekapitulasi di Kabupaten Jayawijaya, sementara sengketa hasil yang sering terjadi biasanya berakhir di Bawaslu Kabupaten Jayawijaya atau Mahkamah Konstitusi apabila ada perselisihan mengenai status dan integritas suara. Hasil resmi akan ditetapkan setelah seluruh tahapan rekapitulasi selesai. Dampak kebijakan dan langkah ke depan Hasil Pilkada Kabupaten Jayawijaya 2024 berpotensi memengaruhi dinamika pemerintahan daerah dan hubungan antara pusat dengan daerah. Setelah penetapan pasangan terpilih, proses transisi pemerintahan daerah, audit keuangan kampanye, dan evaluasi penyelenggaraan menjadi agenda utama bagi KPU Kabupaten Jayawijaya, Bawaslu Kabupaten Jayawijaya, DPRD Kabupaten Jayawijaya yang memiliki kewenangan. Laporan evaluasi ini diharapkan dapat menjadi dasar untuk memperbaiki penyelenggaraan pemilihan di masa mendatang.(Gholib) baca juga : Pemilih Muda di Pemilu 2024: Fakta, Data, dan Pengaruhnya Referensi: Halaman resmi Pilkada 2024-KPU RI. Tahapan dan Jadwal Pemilihan-InfoPemilu KPU.

Hans Kelsen Menyingkap Aliran Hukum Murni yang Menggetarkan Fondasi Positivisme

Wamena, KPU Kabupaten Jayawijaya memandang pentingnya pemikiran Hans Kelsen tentang hukum murni terhadap arah gerak hukum, perkembangan dalam filsafat hukum modern, dan kemajuan hukum di Indonesia. Baca juga : Hugo Grotius: Pionir Aliran Hukum Rasional yang Merevolusi Wajah Pemikiran Hukum Global Menegaskan Kemandirian Ilmu Hukum dari Unsur Non-Hukum Hans Kelsen, Austria (1881-1973) diakui sebagai salah satu individu paling berpengaruh dalam perkembangan filsafat hukum yang modern. Melalui teorinya tentang Hukum Murni, Kelsen berusaha untuk memisahkan studi hukum dari pengaruh politik, etika, dan sosiologi. Ia berpendapat bahwa hukum harus dilihat sebagai kumpulan norma yang mandiri, bukan sebagai campuran nilai dari luar. “Tujuan utama dari teori hukum murni adalah untuk menghapus pengaruh unsur non-yuridis dari ilmu hukum,” ujar Hans Kelsen, Reine Rechtslehre (1934). Latar Belakang Pemikiran terhadap Campur Aduk Ilmu Hukum Pada awal abad ke-20, banyak teori hukum yang terikat pada elemen moral, religius, dan politik. Situasi ini menciptakan kebingungan dalam memahami hukum secara ilmiah. Kelsen, yang berasal dari Wina, Austria, berargumen bahwa hukum seharusnya dipahami seperti ilmu pasti menggunakan pendekatan yang rasional dan netral. Kelsen lantas mendirikan “Sekolah Hukum Wina” yang berfungsi sebagai pusat pengembangan teori hukum murni. Ia berusaha mengembalikan fokus pada hukum sebagai sistem normatif yang mengatur perilaku manusia melalui hierarki norma. Konsep Dasar Norma, Hierarki, dan Grundnorm Teori Hukum Murni, Kelsen memperkenalkan ide tentang hierarki norma hukum. Ia berpendapat bahwa setiap norma hukum mendapatkan kewenangan dari norma yang ada di atasnya. Di puncak hierarki tersebut ada Grundnorm yaitu norma dasar sebuah premis filosofis yang menjadi landasan legitimasi untuk seluruh sistem hukum. Contohnya: Norma yaitu konstitusi menjadi dasar untuk undang-undang. Undang-undang menjadi dasar bagi peraturan pelaksana. Semua norma pada akhirnya berakar pada Grundnorm, yang tidak dapat ditelusuri lebih jauh. Dengan cara ini, hukum menjadi sistem yang terstruktur dan konsisten secara internal. Hukum dan Moral Dua Dunia yang Berbeda Salah satu elemen krusial dalam teori Kelsen adalah pemisahan yang jelas antara hukum dan moralitas. Ia memprotes pandangan bahwa hukum harus berdasar pada nilai moral atau keadilan tertentu. Menurut Kelsen, hukum tidak harus “adil” untuk diakui sah, melainkan cukup apabila norma tersebut dibentuk sesuai dengan prosedur yang ditetapkan oleh norma yang lebih tinggi. Pandangan ini menegaskan bahwa keabsahan hukum bersifat formal bukan berhubungan dengan substansi. Hal ini menjadikan teori Kelsen sebagai dasar utama untuk positivisme hukum modern, sekaligus titik awal bagi kritik dari para filsuf hukum naturalistik seperti Lon L. Fuller dan Gustav Radbruch.(Gholib) Baca juga : John Austin Pencetus Dasar Rasional dari Aliran Hukum Positif Analitis dalam Era Modern Referensi: Kelsen, Hans. Reine Rechtslehre (The Pure Theory of Law). Vienna: Franz Deuticke, 1934. Kelsen, Hans. General Theory of Law and State. Cambridge: Harvard University Press, 1945.

Gubernur Pertama Papua Pegunungan John Tabo

Wamena — John Tabo dikenal sebagai tokoh sentral dalam pembentukan Provinsi Papua Pegunungan, sekaligus menjadi Gubernur definitif pertama daerah tersebut. Sosok kelahiran 2 Juni 1970 ini merupakan figur penting dalam perjuangan pemekaran wilayah Papua pada 2022, dengan tekad untuk mendekatkan pelayanan publik dan mempercepat pembangunan di wilayah pegunungan tengah Papua. Kini, di bawah kepemimpinannya, Papua Pegunungan menatap babak baru menuju pemerintahan yang lebih mandiri dan sejahtera. Baca juga : Wisata Rohani Minimo, Jejak Injil di Lembah Baliem Latar Belakang dan Karier Politik John Tabo Berakar dari Suku Lani dan lahir di Kampung Wuragi, Distrik Wugi, Kabupaten Tolikara, John Tabo memahami betul aspirasi masyarakat pegunungan. Ia memulai kiprahnya di dunia politik sejak akhir 1990-an dan meniti karier dari jabatan legislatif hingga eksekutif. Tabo pernah menjabat sebagai Ketua DPRD Jayawijaya (1999–2004), Bupati Tolikara pertama (2005–2010), serta Bupati Mamberamo Raya (2021–2025). Selain itu, ia juga memimpin DPD I Partai Golkar Papua Pegunungan, memperkuat pengaruh politiknya di tingkat provinsi. Gubernur Definitif Pertama Papua Pegunungan Setelah melalui proses panjang, John Tabo bersama Ones Pahabol resmi dilantik oleh Presiden Prabowo Subianto pada 17 April 2025 sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur Papua Pegunungan periode 2025–2030. Pelantikan ini menandai babak baru kepemimpinan definitif setelah masa jabatan penjabat gubernur berakhir. John Tabo membawa visi Papua Pegunungan BERSINAR — Berdaya Saing, Religius, Sinergis, Inovatif, Nyaman, Aman, dan Raharja — dengan konsep pembangunan berbasis tiga tungku: adat, agama, dan pemerintah. Inspirasi Perjuangan dan Dedikasi Perjalanan hidup John Tabo penuh inspirasi. Ia pernah dikenal sebagai “anak terminal” yang bekerja sebagai kondektur sebelum meniti karier politik. Dari pengalaman hidup sederhana itu, lahir tekad kuat untuk memajukan tanah kelahirannya. Ia berkomitmen mendorong generasi muda Papua Pegunungan agar bangkit, berpendidikan, dan mampu membangun daerahnya sendiri. Salah satu gagasan visionernya adalah mendirikan sekolah penerbangan untuk Orang Asli Papua (OAP) guna mengurangi ketergantungan Lapago pada transportasi udara. Kini, di bawah kepemimpinan John Tabo, Wamena sebagai ibu kota provinsi diharapkan menjadi pusat kemajuan, inovasi, dan harapan baru bagi masyarakat Papua Pegunungan. (Ema) Baca juga : Biografi Singkat Jhon Tabo