Artikel KPU Kab. Jayawijaya

Bentuk Negara Kesatuan yang Menyatukan Keragaman dalam Satu Kedaulatan Indonesia

Wamena, KPU Kabupaten Jayawijaya melihat dalam ilmu ketatanegaraan, bentuk negara kesatuan (unitary state) merupakan salah satu bentuk pemerintahan yang menegaskan kedaulatan tunggal di tangan pemerintah pusat. Di dalam bentuk ini, seluruh kekuasaan tertinggi berada pada pemerintah nasional sedangkan daerah hanya memperoleh kewenangan berdasarkan pelimpahan dari pusat. Indonesia sendiri menganut bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sebagaimana tercantum dalam Pasal 1 ayat (1) UUD 1945, yang menegaskan bahwa “Negara Indonesia ialah Negara Kesatuan yang berbentuk Republik.” Bentuk ini dipilih sebagai wujud dari semangat persatuan yang telah tumbuh sejak masa pergerakan nasional dan dideklarasikan melalui Sumpah Pemuda 1928. Baca Juga : Dasar Negara Indonesia dan Nilai Pancasila Makna Negara Kesatuan: Kedaulatan Satu, Wilayah Satu, Pemerintahan Satu Negara kesatuan memiliki ciri utama: Kedaulatan berada di pemerintah pusat. Tidak ada negara bagian. Peraturan di seluruh wilayah bersumber dari undang-undang nasional. Dalam bentuk negara kesatuan, pemerintah pusat menjadi sumber tertinggi hukum dan kebijakan nasional. Namun demikian, pelaksanaan kekuasaan dapat didelegasikan ke daerah melalui desentralisasi sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Sistem ini memungkinkan adanya otonomi daerah, di mana pemerintah daerah berwenang mengatur urusan lokal tanpa mengurangi keutuhan negara. Sejarah Lahirnya Bentuk Negara Kesatuan di Indonesia Keputusan untuk memilih bentuk negara kesatuan tidak muncul secara tiba-tiba. Dalam Sidang BPUPKI tahun 1945, para pendiri bangsa seperti Soekarno, Mohammad Hatta, dan Muhammad Yamin menyadari bahwa Indonesia memiliki keragaman suku, agama, dan budaya yang luas. Bentuk negara kesatuan dianggap paling tepat untuk menyatukan berbagai perbedaan di bawah satu payung hukum dan pemerintahan. Pada periode Republik Indonesia Serikat (RIS) tahun 1949-1950, bentuk negara sempat berubah menjadi federal. Namun, sistem tersebut tidak bertahan lama karena dianggap memecah-belah bangsa. Akhirnya, melalui Piagam Jakarta dan Konferensi Meja Bundar, Indonesia kembali ke bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia pada 17 Agustus 1950. Ciri dan Prinsip Negara Kesatuan Negara kesatuan memiliki sejumlah prinsip dasar yang membedakannya dari bentuk negara lain, seperti federasi: Satu konstitusi nasional (UUD 1945). Satu kepala negara dan kepala pemerintahan nasional. Satu sistem hukum nasional yang mengikat seluruh rakyat. Satu kedaulatan yang tidak terbagi. Prinsip ini membuat negara kesatuan lebih mudah dalam menjaga stabilitas politik, kesatuan hukum, dan keutuhan wilayah terutama dalam konteks negara kepulauan seperti Indonesia. Perbandingan dengan Bentuk Negara Federal Sebagai perbandingan, dalam negara federal seperti Amerika Serikat atau Jerman, kedaulatan terbagi antara pemerintah pusat dan pemerintah negara bagian. Setiap negara bagian memiliki konstitusi, parlemen, dan kekuasaan legislatif sendiri, meskipun tetap tunduk pada konstitusi federal. Sebaliknya, negara kesatuan seperti Indonesia, Jepang, dan Prancis memiliki sistem hukum yang lebih terpusat. Meskipun ada otonomi daerah, semua kebijakan tetap mengacu pada konstitusi nasional. Baca Juga : Bentuk Negara Indonesia : Negara Republik Indonesia sebagai Negara Kesatuan Bentuk Negara Kesatuan sebagai Cermin Persatuan Bangsa Bagi Indonesia, bentuk negara kesatuan bukan sekadar pilihan politik, melainkan manifestasi dari nilai-nilai persatuan dan kesetaraan. Dalam konteks Bhinneka Tunggal Ika, negara kesatuan menjadi sarana untuk menjaga harmoni di tengah keberagaman yang meliputi lebih dari 17.000 pulau, 1.340 suku bangsa, dan ratusan bahasa daerah. Dengan semangat gotong royong dan musyawarah, bentuk negara kesatuan menjadi fondasi kuat bagi pembangunan nasional dan integrasi sosial. (Gholib) Referensi: Miriam Budiardjo. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2008. Jimly Asshiddiqie. Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia. Jakarta: Konstitusi Press, 2006. Ni’matul Huda. Hukum Tata Negara Indonesia. Jakarta: Rajawali Pers, 2019.

Pendidikan Pemilih: Strategi KPU dalam Meningkatkan Literasi Demokrasi

Wamena - Dalam sistem demokrasi, keberhasilan pemilu tidak hanya ditentukan oleh teknis penyelenggaraan, tetapi juga oleh tingkat kesadaran dan pengetahuan pemilih. Oleh karena itu, Komisi Pemilihan Umum (KPU) memiliki tanggung jawab besar dalam melaksanakan pendidikan pemilih sebagai upaya membangun masyarakat yang cerdas dalam menggunakan hak pilihnya. Melalui kegiatan sosialisasi, pelatihan, dan program pendidikan politik, KPU membantu masyarakat memahami arti penting pemilu, cara memilih yang benar, serta dampak pilihan mereka terhadap masa depan bangsa. Di daerah seperti Kabupaten Jayawijaya, program ini menjadi sangat vital karena tantangan geografis dan akses informasi masih terbatas. KPU Jayawijaya terus berinovasi melalui pendekatan langsung ke masyarakat agar seluruh warga memiliki pemahaman yang sama tentang nilai demokrasi dan pentingnya partisipasi aktif dalam setiap tahapan pemilu. Peran KPU dalam Pendidikan Pemilih Komisi Pemilihan Umum (KPU) bertugas memastikan setiap warga negara memahami hak dan kewajibannya sebagai pemilih. Melalui pendidikan pemilih, KPU memberikan informasi tentang tata cara pemilihan, pentingnya menjaga kerahasiaan suara, serta bagaimana mengenali bentuk pelanggaran pemilu seperti politik uang dan kampanye hitam. Pendidikan pemilih tidak hanya dilakukan menjelang hari pemungutan suara, tetapi berlangsung sepanjang tahun melalui kegiatan berbasis komunitas, sekolah, hingga kampus. Dengan cara ini, KPU berupaya membangun budaya demokrasi yang partisipatif, di mana masyarakat tidak hanya datang ke TPS, tetapi juga memahami makna di balik setiap suara yang mereka berikan. Baca Juga : Mengenal Tugas dan Fungsi KPU dalam Menyelenggarakan Pemilu di Indonesia Strategi KPU dalam Meningkatkan Literasi Demokrasi Untuk memperkuat literasi demokrasi, KPU menerapkan berbagai strategi, mulai dari penyuluhan langsung, pemanfaatan media sosial, hingga program “KPU Goes to School” dan “KPU Goes to Campus”. Melalui kegiatan ini, generasi muda didorong agar memahami proses demokrasi sejak dini. Selain itu, KPU juga menggandeng lembaga pendidikan, tokoh masyarakat, dan organisasi keagamaan dalam menyebarkan pesan-pesan pemilu yang damai, jujur, dan adil. Di era digital, KPU memanfaatkan teknologi informasi untuk menyebarkan konten edukatif, infografis, dan video pendek agar informasi pemilu mudah diakses masyarakat. Upaya ini terbukti efektif meningkatkan kesadaran pemilih, terutama di kalangan milenial dan pemilih pemula yang menjadi kunci dalam menjaga masa depan demokrasi Indonesia. Lihat Juga : Cek DPT Online Terbaru: Panduan Lengkap Pemilih KPU Kabupaten Jayawijaya dan Tantangan Lapangan KPU Kabupaten Jayawijaya terus berupaya meningkatkan pendidikan pemilih meski menghadapi tantangan geografis dan keterbatasan infrastruktur di wilayah pegunungan. Melalui pendekatan langsung seperti tatap muka, diskusi terbuka, serta pelibatan tokoh adat dan agama, KPU berhasil memperkuat kesadaran masyarakat akan pentingnya hak pilih. Upaya ini tidak hanya meningkatkan partisipasi pemilih, tetapi juga menumbuhkan rasa tanggung jawab dan kepemilikan terhadap proses demokrasi. Dengan dukungan pemerintah daerah dan masyarakat, KPU Jayawijaya berkomitmen mewujudkan pemilu yang jujur, adil, dan berintegritas tinggi.(Ar)

Tahapan Pemilu: Dari Penetapan Daftar Pemilih hingga Penghitungan Suara

Pemilu merupakan momen penting dalam kehidupan demokrasi Indonesia. Setiap tahapan pemilu disusun secara sistematis oleh (KPU Komisi Pemilihan Umu) agar proses berjalan transparan, jujur, dan adil. Mulai dari penetapan daftar pemilih, pendaftaran peserta pemilu, kampanye, pemungutan suara, hingga penghitungan hasil akhir, semua tahapan memiliki peran penting dalam menjamin hak pilih masyarakat. Melalui pemilu, rakyat Indonesia menyalurkan kedaulatannya secara langsung untuk memilih pemimpin dan wakil rakyat. Dalam pelaksanaannya, KPU Kabupaten Jayawijaya juga berkomitmen memastikan seluruh proses berjalan sesuai dengan aturan perundang-undangan. Artikel ini akan membahas secara rinci bagaimana tahapan pemilu dilakukan, serta kaitannya dengan tugas dan fungsi KPU yang menjadi penopang utama suksesnya pelaksanaan pemilu di Indonesia. Baca Juga : Mengenal Tugas dan Fungsi KPU dalam Menyelenggarakan Pemilu di Indonesia Apa Saja Tahapan Pemilu Menurut Undang-Undang? Perencanaan program dan jadwal pemilu Pendaftaran dan verifikasi partai politik Penetapan daftar pemilih tetap (DPT) Kampanye pemilu Masa tenang dan pemungutan suara Penghitungan dan penetapan hasil pemilu Peran KPU dalam Setiap Tahapan Pemilu Komisi Pemilihan Umum (KPU) memiliki tanggung jawab besar dalam memastikan seluruh tahapan pemilu berjalan dengan transparan, jujur, dan adil. Sejak tahap awal, KPU menyusun jadwal, menetapkan peraturan teknis, serta menyiapkan kebutuhan logistik untuk menjamin kelancaran pemungutan suara di seluruh wilayah Indonesia. Dalam tahap pendaftaran peserta, KPU melakukan verifikasi terhadap partai politik dan calon yang akan mengikuti pemilu, memastikan semuanya memenuhi persyaratan sesuai undang-undang. Saat masa kampanye, KPU mengatur jadwal, lokasi, dan ketertiban kegiatan agar pelaksanaan tetap damai dan berimbang antar peserta pemilu. Kemudian, saat hari pemungutan suara, KPU bertugas mengawasi pelaksanaan di Tempat Pemungutan Suara (TPS), memastikan logistik tersalurkan dengan aman, serta menjamin proses penghitungan suara dilakukan secara terbuka. Di tingkat daerah seperti KPU Kabupaten Jayawijaya, semua tahapan ini dijalankan dengan pendekatan langsung kepada masyarakat untuk meningkatkan partisipasi dan menjaga kepercayaan terhadap proses demokrasi. Baca Juga : Sistem Noken Papua, Demokrasi Unik di Tanah Papua KPU Kabupaten Jayawijaya dalam Proses Pemilu Sebagai bagian dari penyelenggara pemilu di tingkat daerah, KPU Kabupaten Jayawijaya memegang peran penting dalam memastikan seluruh tahapan pemilu berjalan sesuai aturan dan menjangkau semua lapisan masyarakat. Lembaga ini menjadi ujung tombak pelaksanaan kebijakan KPU RI di wilayah pegunungan Papua, termasuk dalam hal sosialisasi, pendataan pemilih, serta distribusi logistik pemilu ke daerah-daerah terpencil. KPU Kabupaten Jayawijaya juga aktif memberikan edukasi politik kepada masyarakat agar memahami pentingnya partisipasi dalam pemilu. Melalui berbagai kegiatan sosialisasi, seperti penyuluhan dan dialog warga, KPU berupaya meningkatkan kesadaran masyarakat akan hak pilih dan nilai demokrasi. Selain itu, KPU Jayawijaya selalu berkoordinasi dengan Bawaslu, pemerintah daerah, dan pihak keamanan untuk menjaga netralitas, transparansi, serta keamanan selama proses pemilu. Dengan kerja keras dan kolaborasi ini, KPU Kabupaten Jayawijaya terus berkomitmen menghadirkan pemilu yang jujur, adil, dan berintegritas bagi seluruh warga Jayawijaya.(Ar)

Budaya Papua Unik dan Menarik: Warisan Leluhur yang Jarang Orang Tahu

Wamena, KPU Kabupaten Jayawijaya melihat bahwa Papua bukan hanya terkenal karena keindahan alamnya yang eksotis seperti Lembah Baliem dan Raja Ampat tetapi juga karena keragaman budaya yang luar biasa. Budaya Papua merupakan salah satu identitas Indonesia yang paling kaya dan autentik, mencerminkan perpaduan antara adat istiadat, seni, bahasa, dan sistem sosial yang diwariskan turun-temurun. Sayangnya, banyak aspek kebudayaan Papua yang masih jarang diketahui masyarakat luas padahal menyimpan filosofi kehidupan yang dalam dan nilai-nilai kemanusiaan universal. Rumah Adat Honai: Simbol Kehangatan dan Kebersamaan Rumah adat Honai merupakan salah satu ikon budaya Papua khususnya di daerah pegunungan seperti Wamena dan Lembah Baliem. Bangunan berbentuk bundar dengan atap jerami ini terbuat dari bahan alami kayu, rumput, dan tanah yang dirancang untuk menahan suhu dingin di dataran tinggi. Honai bukan sekadar tempat tinggal melainkan simbol kehangatan dan solidaritas masyarakat suku Dani. Di dalamnya, keluarga berkumpul, bermusyawarah, dan menjaga api kehidupan. Nilai yang terkandung dalam Honai adalah kebersamaan, kesederhanaan, dan rasa saling menghormati antaranggota suku. Baca Juga : Oleh-oleh Asli Masyarakat Papua yang Jadi Favorit Wisatawan Dari Noken hingga Kopi Wamena Seni Ukir dan Anyaman: Ekspresi Jiwa Orang Papua Seni ukir Papua sangat khas dengan motif yang menggambarkan cerita rakyat, simbol roh leluhur, dan hubungan manusia dengan alam. Setiap ukiran memiliki makna spiritual dan sering digunakan dalam ritual adat. Sementara itu, seni anyaman seperti noken, tas tradisional yang kini diakui UNESCO sebagai Warisan Budaya Takbenda Dunia (2012) melambangkan peran perempuan Papua dalam menjaga kehidupan dan keseimbangan sosial. Noken dipakai untuk membawa hasil kebun, bayi, bahkan harapan masa depan. Upacara Adat dan Tarian Tradisional: Roh dari Kehidupan Sosial Papua memiliki beragam upacara adat seperti: Upacara Bakar Batu, simbol persaudaraan dan rasa syukur; Upacara Inisiasi (Pesta Ukir) sebagai tanda kedewasaan; Tarian Perang dan Tarian Yospan, yang menggambarkan semangat kebersamaan dan kegembiraan. Setiap tarian diiringi alat musik tifa dan nyanyian tradisional yang menggugah semangat serta memperkuat solidaritas antarwarga suku. Nilai-nilai ini menjadikan masyarakat Papua tidak hanya kaya secara budaya tetapi juga kaya secara spiritual dan sosial. Bahasa dan Kearifan Lokal: Akar Identitas Papua Papua memiliki lebih dari 250 bahasa daerah, menjadikannya salah satu wilayah paling linguistik di dunia. Bahasa-bahasa ini bukan hanya alat komunikasi tetapi juga sarana pelestarian kearifan lokal, mitos leluhur, dan pengetahuan ekologis. Suku-suku seperti Asmat, Dani, Yali, dan Biak memiliki sistem sosial yang kompleks, di mana setiap simbol, ritual, dan bahasa memiliki fungsi sosial tersendiri. Melalui bahasa, nilai-nilai kejujuran, gotong royong, dan penghormatan terhadap alam terus diajarkan kepada generasi muda. Baca Juga : Burung Cendrawasih: Keindahan, Habitat, Persebaran, dan Upaya Konservasi di Papua Tantangan Modernisasi dan Pelestarian Budaya Meski kekayaan budaya Papua sangat luar biasa, modernisasi membawa tantangan tersendiri. Globalisasi, urbanisasi, dan migrasi mulai memengaruhi pola hidup masyarakat adat. Beberapa tradisi mulai ditinggalkan karena dianggap tidak relevan dengan kehidupan modern. Namun demikian, pemerintah daerah dan komunitas adat kini aktif menghidupkan kembali budaya lokal melalui festival seperti Festival Lembah Baliem dan Festival Danau Sentani, yang menjadi wadah memperkenalkan budaya Papua kepada dunia. (Gholib) Referensi: Koentjaraningrat. Manusia dan Kebudayaan di Indonesia. Jakarta: Djambatan, 1985. Ploeg, Anton. Ethnographic Notes on the Dani People of Papua. Leiden: KITLV Press, 2004. Suparlan, Parsudi. Kebudayaan Papua dalam Perspektif Antropologi. Jakarta: UI Press, 2010. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Ensiklopedia Budaya Papua. Jakarta: Balai Pustaka, 2015.

Oleh-oleh Asli Masyarakat Papua yang Jadi Favorit Wisatawan Dari Noken hingga Kopi Wamena

Wamena, KPU Kabupaten Jayawijaya melihat bahwa Papua tidak hanya terkenal karena keindahan alamnya yang menakjubkan seperti Raja Ampat dan Lembah Baliem tetapi juga karena kekayaan budayanya yang luar biasa. Bagi wisatawan, kunjungan ke Papua terasa belum lengkap tanpa membawa pulang oleh-oleh khas masyarakat lokal yang penuh makna dan nilai tradisional. Setiap cendera mata dari Papua tidak sekadar barang dagangan, melainkan representasi identitas, simbol kearifan lokal, dan keindahan tangan-tangan terampil masyarakat adat. Noken: Tas Tradisional Sarat Makna Kehidupan Sumber Poto : https://www.orami.co.id/magazine/filosofi-noken-papua Tak lengkap berbicara tentang oleh-oleh Papua tanpa menyebut Noken tas tradisional yang dibuat dari serat kulit kayu dan dirajut dengan tangan. Noken tidak hanya digunakan untuk membawa barang, tetapi juga memiliki nilai filosofi mendalam melambangkan kehidupan, kesabaran, dan kasih sayang seorang perempuan Papua. UNESCO bahkan telah menetapkan Noken sebagai Warisan Budaya Takbenda Dunia (2012) menjadikannya bukan sekadar souvenir tetapi simbol kebanggaan dan identitas bangsa Indonesia. Wisatawan yang membawa pulang Noken berarti membawa sepotong kebijaksanaan dan keindahan budaya Papua. Baca Juga : Burung Cendrawasih: Keindahan, Habitat, Persebaran, dan Upaya Konservasi di Papua Kopi Wamena: Rasa Lembut dari Pegunungan Papua sumber Poto : https://willandco.id/id/product/1720/ Kopi Wamena dikenal luas karena cita rasanya yang halus, manis alami, dan tanpa rasa asam tajam. Kopi ini tumbuh di dataran tinggi Wamena pada ketinggian sekitar 1.600 meter di atas permukaan laut, dengan iklim sejuk dan tanah vulkanik yang subur. Petani di Wamena menanam kopi secara organik, tanpa pestisida, dan diproses secara tradisional. Bagi wisatawan, mencicipi dan membawa pulang Kopi Wamena adalah cara menikmati aroma Papua yang autentik dan menenangkan. Kopi ini kini menjadi ikon ekspor Papua, sekaligus kebanggaan masyarakat lokal dalam memajukan ekonomi berbasis budaya dan alam. kiran Asmat: Seni yang Menyimpan Cerita Leluhur sumber poto : https://pagaralampos.disway.id/read/722954/seni-asmat-dari-patung-tradisional-ke-karya-kontemporer-yang-menggugah Bagi pecinta seni, ukiran dari suku Asmat menjadi oleh-oleh yang paling dicari. Setiap pahatan kayu menggambarkan hubungan manusia dengan alam dan roh nenek moyang, menjadikannya karya seni spiritual yang sarat makna. Ukiran Asmat biasanya berbentuk patung manusia, perahu, atau totem, dan dibuat menggunakan alat tradisional tanpa bantuan mesin. Seni ini telah dikenal hingga ke mancanegara dan sering dipamerkan di galeri seni internasional. Memiliki satu ukiran Asmat berarti menyimpan sepotong sejarah dan filosofi hidup masyarakat Papua. Kalung dan Manik-Manik Tradisional: Simbol Keindahan dan Status Sosial sumber poto : https://papuabarat.tribunnews.com/2022/08/19/miyeba-kalung-manik-manik-khas-suku-arfak-berikut-bentuknya Manik-manik Papua tidak hanya berfungsi sebagai perhiasan, tetapi juga memiliki arti sosial dan spiritual. Dalam tradisi suku-suku di Papua, kalung manik-manik digunakan dalam upacara adat, pernikahan, dan ritual penghormatan leluhur. Kini, wisatawan dapat membeli manik-manik khas Papua di pasar tradisional seperti Pasar Hamadi (Jayapura) atau Pasar Wamena, yang dibuat dengan perpaduan warna cerah dan desain etnik. Perhiasan ini menjadi simbol harmoni dan keindahan budaya Papua yang tetap lestari di tengah modernisasi. Makanan Khas Papua: Rasa Tradisional yang Otentik sumber poto : https://travel.detik.com/domestic-destination/d-2953543/nyam-gurih-nikmat-roti-abon-oleh-oleh-khas-papua Selain kerajinan, Papua juga menawarkan oleh-oleh kuliner yang tak kalah menarik, seperti: Kopi dan Cokelat Papua, hasil bumi alami dari pegunungan; Kue Lembaga dan Sagu Lempeng, makanan tradisional berbahan dasar sagu; Abon ikan asap dan sambal khas Papua, cocok dijadikan buah tangan untuk keluarga. Makanan khas ini mencerminkan sumber daya alam melimpah serta kearifan masyarakat Papua dalam mengolah hasil bumi secara tradisional. Membawa Pulang Papua Lewat Cendera Mata Setiap oleh-oleh khas Papua bukan hanya benda mati, melainkan wujud penghormatan terhadap budaya dan alam. Dengan membeli dan membawa pulang produk lokal, wisatawan secara tidak langsung ikut mendukung ekonomi masyarakat adat sekaligus menjaga kelestarian budaya yang diwariskan dari generasi ke generasi. Oleh-oleh dari Papua adalah cermin keindahan hati dan semangat masyarakatnya sederhana, bermakna, dan penuh kehangatan. (Gholib) Referensi: Koentjaraningrat. Manusia dan Kebudayaan di Indonesia. Jakarta: Djambatan, 1985. Suparlan, Parsudi. Kebudayaan Papua dalam Perspektif Antropologi. Jakarta: UI Press, 2010. Ploeg, Anton. Ethnographic Notes on the Dani People of Papua. Leiden: KITLV Press, 2004. Rumbiak, Markus. Noken: Tas Kehidupan Perempuan Papua. Jayapura: Universitas Cenderawasih Press, 2018.

Cara Menanamkan Semangat Sumpah Pemuda di Sekolah: Menghimpun Generasi Muda dalam Nilai Keterpaduan dan Cinta Tanah Air

Wamena, KPU Kabupaten Jayawijaya memandang bahwa perlu mencetuskan semangat persatuan dan kebangsaan. Sementara itu, tantangan utama saat ini adalah bagaimana menyebarluaskan semangat Sumpah Pemuda kepada pelajar di sekolah, di tengah derasnya pengaruh globalisasi dan teknologi modern. Di dalam kelas, peran guru sangat penting untuk mengembangkan nilai-nilai nasionalisme, solidaritas, dan kerjasama tiga pilar utama yang menjadi semangat Sumpah Pemuda. Makna Sumpah Pemuda bagi Dunia Pendidikan Sumpah Pemuda yang diresmikan pada 28 Oktober 1928 menjadi tonggak awal persatuan bangsa Indonesia, saat pemuda dari beragam suku dan wilayah memperlihatkan tekad: Bersatu dalam darah, tanah air Indonesia. Berbangsa satu, yaitu bangsa Indonesia. Mengutamakan satu bahasa, bahasa Indonesia. Dalam pendidikan, nilai-nilai ini menjadi dasar pembentukan karakter kebangsaan yang perlu ditanamkan sejak usia dini. Sekolah bukan hanya sekedar tempat memperoleh pengetahuan, tetapi juga arena untuk membentuk identitas dan semangat kebangsaan. Baca Juga : Kenapa Hari Sumpah Pemuda Diperingati Setiap 28 Oktober? Simak Sejarahnya di Sini! Pembelajaran Kontekstual mengenai Sejarah Sumpah Pemuda Salah satu metode paling jitu untuk menginternalisasi semangat Sumpah Pemuda adalah dengan mengajarkan sejarah secara kontekstual dan interaktif. Guru dapat memanfaatkan metode pembelajaran berbasis proyek dengan tema-tema seperti: Pertunjukan drama mengenai Kongres Pemuda II; Pembuatan video dokumentasi “Jejak Pemuda dalam Sejarah Indonesia”; Diskusi kelompok tentang nilai persatuan dalam konteks modern. Pendekatan ini membantu siswa tidak hanya menghafal tanggal sejarah, tetapi juga memahami makna perjuangan tokoh pemuda seperti Soegondo Djojopoespito, Wage Rudolf Supratman, dan Mohammad Yamin. Membangkitkan Semangat Kebersamaan Melalui Kegiatan Ekstrakurikuler Nilai Sumpah Pemuda juga dapat ditanamkan melalui berbagai aktivitas ekstrakurikuler seperti: OSIS: platform untuk melatih kepemimpinan dan tanggung jawab sosial; Pramuka: membangun solidaritas dan semangat kolaborasi; Seni dan budaya daerah: memperkuat rasa cinta terhadap keberagaman nusantara. Melalui kegiatan tersebut, siswa menyadari bahwa perbedaan bukanlah penghalang dalam menciptakan persatuan, melainkan sebuah kekayaan yang harus dijaga. “Semangat Sumpah Pemuda hanya dapat hidup ketika generasi muda mampu bekerjasama tanpa melihat perbedaan suku, asal, atau agama”. Ucap Ki Hajar Dewantara (dalam catatan pendidikan nasional). Menjadikan Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Persatuan Salah satu inti Sumpah Pemuda adalah mengangkat bahasa Indonesia sebagai lingua franca. Di zaman global, banyak pelajar yang lebih banyak menggunakan bahasa asing di media sosial. Sekolah dapat menanggulangi hal ini dengan: Mengadakan kompetisi pidato dan puisi dalam bahasa Indonesia; Menulis cerpen atau artikel dengan tema kebangsaan; Mengadakan hari yang diwajibkan menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Kegiatan ini berfungsi untuk menumbuhkan kebanggaan terhadap bahasa nasional, sekaligus memperkuat identitas keindonesiaan di tengah arus budaya luar. Pengintegrasian Nilai Kebangsaan dalam Curriculum Merdeka Melalui Curriculum Merdeka, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi menyoroti pentingnya karakter pelajar Pancasila yang sejalan dengan nilai-nilai Sumpah Pemuda: Memiliki iman dan budi pekerti yang baik; Beragam secara global; Berkolaborasi; Mandiri; dan Inovatif dan berpikir kritis. Para pendidik dapat menyuntikkan semangat Sumpah Pemuda ke dalam proyek yang melibatkan berbagai mata pelajaran, contohnya: Menyusun peta budaya Indonesia dalam pelajaran IPS; Mengkaji kontribusi pemuda terhadap perubahan sosial dalam pelajaran PPKn; dan Menciptakan lagu-lagu nasional dan daerah dalam pelajaran Seni Musik. Dengan cara ini, semangat Sumpah Pemuda terintegrasi dalam proses pembelajaran bukan hanya sekadar peringatan tahunan. Merayakan Hari Sumpah Pemuda Melalui Aktivitas Menginspirasi Setiap institusi pendidikan dapat menyelenggarakan aktivitas inspiratif seperti: Upacara dan pembacaan ikrar Sumpah Pemuda; Kompetisi paduan suara dengan lagu-lagu perjuangan; Pameran foto atau karya seni bertema “Pemuda dan Persatuan”; dan Diskusi bersama alumni atau sosok muda yang menginspirasi. Aktivitas semacam ini tidak hanya memperingati sejarah tetapi juga menyegarkan semangat kebangsaan di kalangan generasi Z dan Alpha. Baca Juga : Sejarah Sumpah Pemuda: Pergerakan, Kongres, Simbol, Makna, dan Dampak untuk Bangsa Indonesia Teladan dari Guru dan Kepala Sekolah sebagai Penggerak Nilai Penanaman nilai akan kurang berhasil tanpa dicontohkan oleh para pendidik. Para guru dan kepala sekolah perlu menjadi panutan dalam disiplin, tanggung jawab, dan cinta tanah air. Melalui perilaku sehari-hari seperti menghormati perbedaan, menegakkan aturan, dan mencintai produk lokal para pendidik menanamkan nilai kebangsaan yang nyata bukan sekadar ungkapan kosong. (ARD) Referensi: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI. Modul Penguatan Profil Pelajar Pancasila. Jakarta: Kemendikbudristek, 2022. Dewantara, Ki Hajar. Pendidikan Nasional dan Kebudayaan. Yogyakarta: Taman Siswa, 1977. Sardiman A.M. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Rajawali Press, 2018. Supardan, Dadang. Pendidikan Kewarganegaraan untuk Perguruan Tinggi. Bandung: Alfabeta, 2016.