Artikel KPU Kab. Jayawijaya

Teori Kedaulatan Hukum Menjadi Pemegang Kekuasaan Tertinggi

Wamena, Dalam perjalanan panjang sejarah politik dan kenegaraan, muncul berbagai teori tentang sumber kekuasaan tertinggi dalam suatu negara. Salah satu teori yang menjadi tonggak penting dalam peradaban modern adalah Teori Kedaulatan Hukum (The Theory of Legal Sovereignty). Teori ini menegaskan bahwa hukumlah yang memiliki kekuasaan tertinggi dalam suatu negara, bukan individu, raja maupun kelompok rakyat tertentu. Teori ini menjadi dasar lahirnya konsep “negara hukum” (rechtsstaat) dan “rule of law” yang menempatkan hukum sebagai pedoman tertinggi dalam penyelenggaraan negara.

Asal-usul Teori Kedaulatan Hukum

Teori ini berkembang pada abad ke-19, dipelopori oleh Immanuel Kant, Hans Kelsen, dan A.V. Dicey, yang menolak pandangan bahwa kekuasaan politik atau kehendak raja dapat berdiri di atas hukum.

Menurut mereka, negara harus tunduk pada hukum bukan sebaliknya. Tokoh yang sangat berpengaruh dalam membangun dasar teori ini adalah Hans Kelsen (1881–1973) melalui karyanya yang monumental “Reine Rechtslehre” (Pure Theory of Law) atau “Teori Hukum Murni”. Kelsen menyatakan bahwa hukum harus berdiri secara independen dari politik, moral, dan kekuasaan, sehingga menghasilkan sistem hukum yang murni, rasional, dan hierarkis.

Baca Juga : Teori Kedaulatan Rakyat yang Melahirkan Demokrasi Modern

Prinsip-Prinsip Utama Teori Kedaulatan Hukum

  1. Hukum sebagai sumber kekuasaan tertinggi. Semua tindakan pemerintah dan rakyat harus berlandaskan hukum.
  2. Supremasi hukum di atas kekuasaan. Tidak ada yang kebal terhadap hukum, termasuk penguasa negara.
  3. Kesetaraan di hadapan hukum. Semua warga negara memiliki hak dan kewajiban yang sama di mata hukum.
  4. Hukum sebagai sistem yang rasional dan hierarkis. Setiap norma hukum memperoleh kekuatan mengikat dari norma yang lebih tinggi, hingga mencapai norma dasar (grundnorm).

Konsep Kedaulatan Hukum Menurut Hans Kelsen

Menurut Hans Kelsen, hukum adalah sistem norma yang tersusun secara bertingkat (stufenbau theory). Pada puncaknya terdapat grundnorm atau norma dasar, yang menjadi sumber legitimasi bagi semua norma di bawahnya. Kelsen menegaskan bahwa: “Kedaulatan tidak berada pada individu atau lembaga, tetapi pada sistem norma hukum itu sendiri.” Dengan demikian, negara bukanlah entitas yang berdaulat, melainkan organ yang menjalankan kedaulatan hukum. Setiap tindakan negara harus memiliki dasar hukum yang sah, sehingga tercipta keteraturan dan legitimasi dalam penyelenggaraan kekuasaan.

Pemikiran A.V. Dicey tentang Rule of Law

Tokoh lain yang memperkuat teori ini adalah Albert Venn Dicey (1835–1922) dari Inggris. Dalam bukunya Introduction to the Study of the Law of the Constitution (1885), Dicey memperkenalkan konsep Rule of Law yang terdiri dari tiga prinsip utama:

  1. Supremasi hukum atas kekuasaan. Tidak ada individu yang berada di atas hukum.
  2. Persamaan di hadapan hukum. Semua orang tunduk pada hukum yang sama dan peradilan yang sama.
  3. Hukum sebagai pelindung hak-hak dasar manusia. Hukum tidak hanya mengatur, tetapi juga melindungi kebebasan warga negara.

Konsep Dicey ini kemudian menjadi dasar bagi sistem hukum di berbagai negara demokratis di dunia.

Implementasi Teori Kedaulatan Hukum dalam Konstitusi Indonesia

Indonesia secara tegas menganut Teori Kedaulatan Hukum, sebagaimana tercantum dalam Pasal 1 Ayat (3) UUD 1945 yang berbunyi: “Negara Indonesia adalah negara hukum.” Artinya, semua penyelenggara negara, termasuk Presiden, DPR, dan lembaga peradilan, harus tunduk dan taat pada hukum. Prinsip ini diwujudkan melalui:

  1. Kekuasaan kehakiman yang merdeka, dijalankan oleh Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi.
  2. Pengujian undang-undang terhadap UUD (judicial review).
  3. Prinsip check and balance antar lembaga negara untuk menghindari penyalahgunaan kekuasaan.

Keterkaitan antara Kedaulatan Hukum dan Demokrasi

Dalam praktiknya, Teori Kedaulatan Hukum tidak bisa dipisahkan dari prinsip demokrasi konstitusional.

Demokrasi memberi kekuasaan kepada rakyat sementara hukum mengatur agar kekuasaan itu tidak disalahgunakan. Dengan demikian, hukum berfungsi sebagai penjaga keseimbangan antara kebebasan individu dan kekuasaan negara. Negara demokratis yang sehat adalah negara di mana rakyat berdaulat melalui hukum, bukan melalui kehendak politik semata.

Baca Juga : Teori Kedaulatan Tuhan dalam Sejarah Politik dan Hukum

Relevansi Teori Kedaulatan Hukum di Era Modern

Di tengah tantangan global seperti korupsi, pelanggaran HAM, dan ketidakpastian hukum, teori ini tetap relevan. Supremasi hukum menjadi pondasi bagi pemerintahan yang bersih dan akuntabel. Dalam konteks digital dan globalisasi, kedaulatan hukum juga meluas ke ranah siber dan internasional, di mana hukum internasional dan hukum nasional harus saling mendukung untuk melindungi kepentingan rakyat dan negara.

Kritik terhadap Teori Kedaulatan Hukum

Meski ideal, teori ini juga menuai kritik. Sebagian ahli berpendapat bahwa hukum tidak selalu netral, karena pembuat hukum adalah manusia yang memiliki kepentingan politik.Aliran Realisme Hukum,  seperti yang dikemukakan oleh Jerome Frank dan Karl N. Llewellyn, menilai bahwa hukum harus dipahami sebagai praktik sosial, bukan hanya kumpulan norma tertulis. Namun demikian, Teori Kedaulatan Hukum tetap menjadi fondasi utama negara hukum modern, karena ia menegaskan bahwa tidak ada kekuasaan yang sah tanpa dasar hukum.

(Gholib)

Referensi:

  1. Kelsen, Hans. Pure Theory of Law. Berkeley: University of California Press, 1967.
  2. Dicey, A.V. Introduction to the Study of the Law of the Constitution. London: Macmillan, 1885.
  3. Kant, Immanuel. The Metaphysics of Morals. Cambridge University Press, 1991.
  4. Sabine, George H. A History of Political Theory. New York: Holt, Rinehart & Winston, 1973.

Bagikan:

facebook twitter whatapps

Telah dilihat 1,604 kali