Teori Kedaulatan Rakyat yang Melahirkan Demokrasi Modern
Wamena, Dalam sejarah perkembangan politik dan hukum, Teori Kedaulatan Rakyat (Popular Sovereignty Theory) menandai perubahan besar dalam cara manusia memandang kekuasaan. Teori ini menegaskan bahwa sumber kekuasaan tertinggi bukan lagi raja atau Tuhan melainkan rakyat itu sendiri. Gagasan revolusioner ini menjadi dasar bagi demokrasi modern, sistem pemerintahan yang menempatkan rakyat sebagai pemegang kendali utama negara.
Asal-usul Teori Kedaulatan Rakyat
Teori Kedaulatan Rakyat berakar dari pemikiran abad ke-17 hingga ke-18, masa ketika Eropa mengalami pergolakan intelektual dan politik besar yang dikenal sebagai Zaman Pencerahan (Enlightenment). Pada masa ini, para pemikir mulai menolak kekuasaan absolut raja dan menegaskan pentingnya kebebasan individu serta partisipasi rakyat dalam pemerintahan. Tokoh paling berpengaruh dalam teori ini adalah Jean-Jacques Rousseau (1712–1778), filsuf asal Prancis, melalui karya monumental berjudul Du Contrat Social (The Social Contract) tahun 1762. Rousseau menulis: “Kedaulatan sejati tidak dapat diwakilkan, karena kehendak umum (volonté générale) tidak dapat dipecah”. Artinya, rakyatlah yang menjadi pemegang kedaulatan mutlak atas negara, dan pemerintah hanya berfungsi sebagai pelaksana kehendak rakyat.
Baca Juga : Teori Kedaulatan Tuhan dalam Sejarah Politik dan Hukum
Prinsip-prinsip Utama Teori Kedaulatan Rakyat
- Kedaulatan berada di tangan rakyat. Seluruh kekuasaan negara berasal dari rakyat dan dijalankan untuk kepentingan rakyat.
- Pemerintah adalah wakil rakyat. Penguasa dipilih dan diberi mandat oleh rakyat, bukan sebaliknya.
- Kedaulatan bersifat tidak dapat dialihkan. Kekuasaan rakyat tidak bisa diberikan sepenuhnya kepada pihak lain.
- Partisipasi rakyat menjadi syarat legitimasi. Pemerintahan yang sah adalah pemerintahan yang memperoleh persetujuan rakyat.
Prinsip-prinsip ini menjadi fondasi bagi sistem demokrasi konstitusional yang berkembang di berbagai negara termasuk Indonesia.
Teori Kedaulatan Rakyat dalam Konteks Indonesia
Dalam konteks Indonesia, teori ini terwujud secara eksplisit dalam Pasal 1 Ayat (2) UUD 1945 yang berbunyi: “Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar.” Hal ini menunjukkan bahwa rakyat memiliki posisi tertinggi dalam sistem kenegaraan Indonesia. Segala bentuk kekuasaan eksekutif, legislatif, dan yudikatif bersumber dari mandat rakyat dan harus dipertanggungjawabkan kepada rakyat pula.
Dampak Teori Kedaulatan Rakyat terhadap Perubahan Politik Dunia
Teori ini menjadi pemicu lahirnya berbagai revolusi besar di dunia, seperti:
- Revolusi Amerika (1776), yang menegaskan hak rakyat untuk menentukan nasibnya sendiri.
- Revolusi Prancis (1789), dengan semboyan “Liberté, Égalité, Fraternité” (Kebebasan, Persamaan, Persaudaraan).
Dari sinilah konsep demokrasi modern tumbuh dan berkembang, menggantikan sistem monarki absolut. Teori ini juga melahirkan sistem politik yang menekankan:
- Pemilu langsung dan bebas,
- Kebebasan berpendapat dan berserikat,
- Pemisahan kekuasaan untuk mencegah tirani.
Implementasi dalam Sistem Pemerintahan Modern
Bentuk konkret penerapan teori ini dapat ditemukan dalam:
- Pemilihan umum sebagai sarana rakyat menentukan pemimpinnya.
- Keterlibatan publik dalam kebijakan melalui partisipasi masyarakat, media, dan lembaga swadaya.
- Akuntabilitas pemerintahan setiap tindakan pemerintah harus dapat diawasi oleh rakyat.
Dengan demikian, teori ini bukan hanya konsep filosofis, tetapi pilar utama sistem demokrasi konstitusional.
Kritik terhadap Teori Kedaulatan Rakyat
Meskipun ideal, teori ini tidak lepas dari kritik. Beberapa ahli politik menilai bahwa rakyat tidak selalu memiliki pengetahuan dan rasionalitas yang cukup untuk menentukan kebijakan terbaik. Selain itu, dalam praktiknya, kedaulatan rakyat sering “diselewengkan” oleh elite politik yang mengatasnamakan rakyat. Tokoh seperti Alexis de Tocqueville dalam Democracy in America (1835) memperingatkan bahaya “tirani mayoritas”, yaitu kondisi ketika suara mayoritas mengabaikan hak minoritas. Oleh karena itu, teori ini perlu dilengkapi dengan prinsip negara hukum (rule of law) dan hak asasi manusia untuk menyeimbangkan kekuasaan rakyat dan perlindungan individu.
Baca Juga : Bentuk Pemerintahan Demokrasi: Kedaulatan Rakyat dalam Tindakan
Relevansi di Era Modern
Di era globalisasi dan digitalisasi saat ini, teori kedaulatan rakyat semakin menemukan bentuk baru. Partisipasi publik tidak lagi terbatas pada pemilu, tetapi juga melalui ruang digital, petisi daring, dan gerakan sosial online. Fenomena ini menandakan bahwa kedaulatan rakyat kini meluas ke ruang virtual, di mana opini publik bisa langsung memengaruhi kebijakan negara.
(Gholib)
Referensi:
- Rousseau, Jean-Jacques. Du Contrat Social (The Social Contract). Paris: Marc-Michel Rey, 1762.
- Locke, John. Two Treatises of Government. London: Awnsham Churchill, 1690.
- Sabine, George H. A History of Political Theory. New York: Holt, Rinehart and Winston, 1973.
- Barker, Ernest. Principles of Social and Political Theory. Oxford University Press, 1951.
- Ebenstein, William. Great Political Thinkers: Plato to the Present. New York: Holt, Rinehart & Winston, 1970.