Artikel KPU Kab. Jayawijaya

Teori Kedaulatan Tuhan dalam Sejarah Politik dan Hukum

Wamena, Dalam sejarah pemikiran politik dan hukum, salah satu teori tertua dan paling berpengaruh adalah Teori Kedaulatan Tuhan (Divine Right Theory of Kingship). Teori ini meyakini bahwa kekuasaan negara berasal langsung dari Tuhan, dan penguasa hanyalah wakil-Nya di bumi. Gagasan ini menjadi dasar legitimasi bagi raja-raja Eropa abad pertengahan terutama di Inggris dan Prancis, dalam membangun sistem monarki absolut.

Baca Juga : Bentuk Pemerintahan Teokrasi: Kekuasaan Berdasarkan Kehendak Tuhan

Asal-usul Teori Kedaulatan Tuhan

Teori ini berakar dari tradisi teologi politik Kristen, khususnya dari pemikiran Santo Agustinus (354-430 M) dan kemudian diperkuat oleh Thomas Aquinas (1225-1274). Agustinus dalam karyanya De Civitate Dei (Kota Allah) menjelaskan bahwa semua kekuasaan berasal dari Tuhan dan manusia hanya menjadi perantara untuk melaksanakan kehendak ilahi. Thomas Aquinas melanjutkan gagasan tersebut dengan menegaskan bahwa Tuhan adalah sumber hukum tertinggi (lex aeterna). Dengan demikian, kedaulatan manusia hanyalah turunan dari kedaulatan Tuhan. Pemikiran ini menjadi dasar bagi pandangan bahwa raja atau penguasa memiliki hak ilahi untuk memerintah (divine right of kings).

Raja Sebagai Wakil Tuhan di Bumi

Dalam praktik politik Eropa abad ke-15 hingga ke-17, teori ini digunakan untuk memperkuat legitimasi kekuasaan monarki absolut. Raja dianggap tidak bertanggung jawab kepada rakyat tetapi hanya kepada Tuhan. Oleh karena itu, menentang raja berarti menentang Tuhan. Salah satu tokoh penting yang membela teori ini adalah Sir Robert Filmer (1588–1653) dalam bukunya Patriarcha: The Natural Power of Kings (1680). Filmer berpendapat bahwa kekuasaan raja bersumber dari otoritas ilahi, seperti halnya kekuasaan Adam atas anak cucunya dalam Kitab Kejadian. “The King’s power is not derived from the people, but from God; the King is God’s lieutenant upon earth”. Ucap Robert Filmer, Patriarcha

Implikasi terhadap Sistem Hukum dan Politik

Teori Kedaulatan Tuhan memiliki pengaruh besar terhadap perkembangan sistem hukum dan politik Eropa. Dalam pandangan ini, hukum negara harus selaras dengan hukum Tuhan, dan penguasa berkewajiban menegakkan moralitas ilahi. Fungsi negara berdasarkan teori ini adalah:

  1. Menegakkan hukum yang sesuai dengan kehendak Tuhan.
  2. Melindungi dan memelihara moralitas masyarakat.
  3. Menjamin kesejahteraan rakyat sebagai bagian dari amanah ilahi.

Namun, teori ini juga menimbulkan konsekuensi negatif karena menutup ruang bagi partisipasi rakyat dan demokrasi. Segala bentuk kritik terhadap raja dapat dianggap sebagai pemberontakan terhadap Tuhan.

Kritik terhadap Teori Kedaulatan Tuhan

Pada abad ke-17 dan 18, teori ini mulai dikritik keras oleh para filsuf rasionalis dan liberal. Tokoh seperti John Locke, Jean-Jacques Rousseau, dan Thomas Hobbes menentang gagasan bahwa kekuasaan bersumber dari Tuhan. John Locke dalam Two Treatises of Government (1690) menegaskan bahwa kekuasaan berasal dari rakyat bukan dari Tuhan. Rousseau memperkenalkan teori kontrak sosial, yang menyatakan bahwa legitimasi pemerintahan lahir dari kesepakatan masyarakat. Hobbes, meskipun mendukung kekuasaan yang kuat, menolak konsep bahwa raja dipilih oleh Tuhan, melainkan oleh kontrak sosial demi keamanan. Perdebatan ini menandai pergeseran dari teokrasi menuju demokrasi modern, di mana kedaulatan rakyat menggantikan kedaulatan Tuhan sebagai dasar legitimasi negara.

Jejak Teori Kedaulatan Tuhan dalam Dunia Modern

Meskipun kini teori ini jarang digunakan dalam konteks politik modern, nilai-nilai teologisnya masih hidup dalam berbagai bentuk. Banyak konstitusi negara, termasuk Indonesia, tetap menyebutkan bahwa Tuhan merupakan sumber moralitas dan hukum tertinggi. Misalnya, dalam Pembukaan UUD 1945, disebutkan: “Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa...”. Kalimat ini menunjukkan bahwa meskipun negara Indonesia menganut prinsip kedaulatan rakyat, namun dasar moral dan spiritual tetap bersumber dari Tuhan.

Baca Juga : Roscoe Pound Pencetus Aliran Hukum Sosialis Diantara Keadilan dan Kebutuhan Masyarakat

Relevansi Teori Kedaulatan Tuhan Saat Ini

Dalam konteks modern, teori ini dapat dilihat sebagai pengingat bahwa kekuasaan negara tidak boleh absolut dan harus memiliki dasar moral. Walaupun kekuasaan berasal dari rakyat, pelaksanaannya tetap harus mencerminkan keadilan, etika, dan nilai ketuhanan. Dengan demikian, kedaulatan Tuhan bukan sekadar legitimasi kekuasaan, melainkan sumber etika politik dan hukum agar negara tidak kehilangan arah dalam menjalankan fungsinya.

(Gholib)

Referensi:

  1. Filmer, Robert. Patriarcha: The Natural Power of Kings. London: Oxford University Press, 1680.
  2. Aquinas, Thomas. Summa Theologica. Translated by Fathers of the English Dominican Province. New York: Benziger Bros., 1947.
  3. Sabine, George H. A History of Political Theory. New York: Holt, Rinehart and Winston, 1973.
  4. Vaughan, Michael. The History of Political Thought: From Antiquity to the Renaissance. Cambridge University Press, 2012.

Bagikan:

facebook twitter whatapps

Telah dilihat 734 kali