Artikel KPU Kab. Jayawijaya

Bentuk Pemerintahan Teokrasi: Kekuasaan Berdasarkan Kehendak Tuhan

Wamena — Hai Sobat Pemilu! Tahukah kalian bahwa di dunia ini ada bentuk pemerintahan yang mendasarkan seluruh kekuasaan dan kebijakannya pada ajaran agama? Sistem ini dikenal dengan istilah bentuk pemerintahan teokrasi. Dalam sistem teokrasi, kekuasaan dianggap berasal langsung dari Tuhan, dan para pemimpin negara biasanya adalah tokoh agama atau dianggap memiliki otoritas spiritual tertinggi. Bentuk pemerintahan ini sering dipandang sebagai simbol kesucian, stabilitas moral, dan ketaatan terhadap nilai-nilai ilahi yang dijadikan pedoman dalam kehidupan bernegara.

Pengertian Teokrasi

Teokrasi berasal dari bahasa Yunani theos yang berarti Tuhan dan kratos yang berarti kekuasaan. Secara harfiah, teokrasi berarti pemerintahan yang berlandaskan kehendak Tuhan. Dalam sistem ini, kekuasaan tertinggi dianggap berasal dari Tuhan dan dijalankan oleh pemimpin agama atau lembaga keagamaan yang dianggap mewakili kehendak Ilahi.

Menurut Miriam Budiardjo (2008) dalam Dasar-Dasar Ilmu Politik, teokrasi adalah bentuk pemerintahan “yang menempatkan otoritas agama sebagai sumber hukum dan legitimasi politik.” Sementara John Locke (1690) dalam Two Treatises of Government menyebutkan bahwa teokrasi menolak gagasan kedaulatan rakyat, karena kekuasaan dipandang sebagai amanat langsung dari Tuhan.

Contoh negara yang menerapkan bentuk pemerintahan teokrasi antara lain Vatikan (Katolik Roma) dan Iran (Islam Syiah), di mana pemimpin tertinggi adalah tokoh agama yang memiliki kewenangan menentukan arah politik dan hukum negara.

Baca Juga : Bentuk Pemerintahan di Dunia dan Penjelasannya Lengkap

Sejarah Singkat Perkembangan Teokrasi

Bentuk pemerintahan teokrasi sudah dikenal sejak zaman kuno. Pada masa Mesir Kuno, raja atau Firaun dianggap sebagai keturunan dewa dan memerintah atas dasar mandat ilahi. Demikian pula di Yunani Kuno dan Israel Kuno, di mana para imam atau nabi memiliki peran besar dalam pemerintahan dan pengambilan keputusan moral-politik.

Pada Abad Pertengahan, Eropa Barat sempat dipengaruhi kuat oleh kekuasaan Gereja Katolik, di mana Paus memegang pengaruh politik yang besar terhadap raja-raja Eropa. Bentuk teokrasi modern kemudian bertahan di beberapa negara seperti Vatikan, dengan Paus sebagai kepala negara dan pemimpin spiritual, serta Iran, di mana Wilayat al-Faqih (Kepemimpinan Ulama) menjadi dasar sistem kenegaraan.

Ciri-Ciri Pemerintahan Teokrasi

  1. Kekuasaan berasal dari Tuhan atau wahyu agama.
  2. Pemimpin negara adalah tokoh agama atau dianggap memiliki legitimasi spiritual.
  3. Hukum negara berdasarkan ajaran agama (seperti hukum kanonik di Vatikan atau syariat Islam di Iran).
  4. Kedaulatan rakyat terbatas, karena kedaulatan tertinggi dianggap milik Tuhan.
  5. Peran agama sangat dominan dalam kehidupan politik, hukum, dan sosial masyarakat.

Dampak Bentuk Pemerintahan Teokrasi

Dalam sistem pemerintahan teokrasi, seluruh kebijakan negara sangat dipengaruhi oleh nilai-nilai dan aturan agama. Pemimpin negara biasanya juga memiliki kedudukan sebagai pemimpin spiritual, sehingga keputusan politik sering kali diambil berdasarkan interpretasi ajaran agama. Hal ini dapat menciptakan kesatuan antara moralitas dan hukum negara, namun di sisi lain juga berpotensi membatasi kebebasan berpendapat dan keberagaman keyakinan dalam masyarakat.

Baca Juga : Bentuk Pemerintahan Monarki: Pengertian, Jenis, Contoh, dan Dampaknya

Dampak Positif Pemerintahan Teokrasi

  • Menjaga moralitas dan nilai spiritual dalam kehidupan bernegara.
  • Menciptakan stabilitas sosial dan kepatuhan hukum berbasis nilai-nilai keagamaan.
  • Menguatkan identitas keagamaan dan budaya nasional.

Dampak Negatif Pemerintahan Teokrasi

  • Kebebasan politik dan beragama seringkali terbatas.
  • Potensi diskriminasi terhadap kelompok minoritas nonagama resmi negara.
  • Perubahan hukum dan kebijakan sulit dilakukan karena dianggap menyalahi doktrin agama.

Menurut Samuel Huntington (1996) dalam The Clash of Civilizations, bentuk pemerintahan teokrasi dapat memperkuat nilai moral, tetapi berisiko menimbulkan konflik jika tidak mampu menyesuaikan diri dengan prinsip hak asasi manusia universal.(Ar)

Baca Juga : Bentuk Pemerintahan Republik: Kedaulatan di Tangan Rakyat

Referensi Resmi

  • Budiardjo, Miriam. (2008). Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
  • Huntington, Samuel P. (1996). The Clash of Civilizations and the Remaking of World Order. New York: Simon & Schuster.
  • Locke, John. (1690). Two Treatises of Government. London: Awnsham Churchill.

Bagikan:

facebook twitter whatapps

Telah dilihat 818 kali