RUU KUHAP Baru: Arah Pembaruan Hukum Acara Pidana Indonesia di Era Modern
Wamena, Pemerintah dan DPR kembali membahas Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) yang digadang-gadang sebagai tonggak modernisasi proses peradilan pidana di Indonesia. Upaya revisi ini muncul karena KUHAP yang berlaku saat ini UU No. 8 Tahun 1981di anggap sudah tidak memadai menjawab perkembangan teknologi, dinamika kejahatan baru, dan tuntutan perlindungan hak asasi manusia.
Baca Juga : Redenominasi Rupiah: Langkah Strategis Menyederhanakan Sistem Keuangan Nasional
Mengapa RUU KUHAP Dibutuhkan?
KUHAP 1981 Dinilai Tidak Lagi Relevan, Sejak diberlakukan lebih dari empat dekade lalu, KUHAP telah menjadi rujukan utama proses penegakan hukum pidana. Namun, berbagai persoalan muncul:
- meningkatnya tindak pidana berbasis teknologi digital,
- perlunya peradilan pidana yang lebih transparan,
- kebutuhan pengawasan penyidikan yang lebih akuntabel,
- ketidaksesuaian dengan standar due process of law modern.
RUU KUHAP hadir sebagai jawaban atas kebutuhan sistem peradilan pidana yang adaptif, humanis, dan berorientasi keadilan.
Pokok-Pokok Pembaruan dalam RUU KUHAP
RUU KUHAP membawa sejumlah pembaruan signifikan:
- Penguatan Hak Tersangka dan Terdakwa
- Hak untuk memperoleh bantuan hukum sejak awal penyidikan.
- Kewajiban penyidik memberikan informasi lengkap mengenai status hukum seseorang.
- Larangan penyiksaan dan bentuk tekanan lain dalam pemeriksaan.
- Mekanisme Penangkapan dan Penahanan Lebih Ketat
- Penahanan harus melalui pertimbangan lebih transparan.
- Jangka waktu penahanan diperketat dan diawasi.
- Penangkapan wajib disertai surat perintah yang jelas kecuali tertangkap tangan.
- Penguatan Peran Hakim Pemeriksa Pendahuluan
Hakim diberi wewenang melakukan judicial scrutiny terhadap tindakan penyidik dan penuntut umum, termasuk dalam:
- sah/tidaknya penangkapan,
- penggeledahan dan penyitaan,
- keberatan atas penahanan.
- Pengaturan Bukti Elektronik Lebih Komprehensif
RUU KUHAP mengakomodasi bukti digital seperti:
- rekaman elektronik,
- jejak digital,
- data komunikasi,
- metadata.
- Restorative Justice Masuk ke Ranah Hukum Acara
Untuk tindak pidana tertentu, proses penyelesaian dapat dilakukan dengan pendekatan keadilan restoratif yang menekankan pemulihan, bukan semata penghukuman.
Respons Publik dan Akademisi: Antara Harapan dan Kekhawatiran
Banyak akademisi menilai RUU KUHAP sebagai momentum emas memperkuat perlindungan HAM. Pengaturan mengenai bukti elektronik, peran hakim pemeriksa pendahuluan, dan sistem penahanan dianggap lebih modern. Namun, Kritik Tidak Terhindarkan, Beberapa pihak menilai:
- ada kekhawatiran penumpukan kewenangan hakim pendahuluan,
- masih ada potensi pasal multitafsir,
- belum jelas mekanisme pengawasan penyidikan di daerah.
(Gholib)
Referensi:
- M. Yahya Harahap – Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP.
- Andi Hamzah – Hukum Acara Pidana Indonesia.
- Romli Atmasasmita – Reformasi Hukum Pidana