Teori Keadilan Menurut Gustav Radbruch: Antara Hukum Positif dan Moralitas Kemanusiaan
Wamena, Gustav Radbruch (1878–1949) adalah seorang filsuf hukum asal Jerman yang dikenal sebagai tokoh penting dalam filsafat hukum abad ke-20. Pemikirannya tentang keadilan dan hukum positif menjadi sangat berpengaruh, terutama setelah tragedi Perang Dunia II dan kekejaman rezim Nazi di Jerman. Melalui karya dan refleksinya, Radbruch memperkenalkan sebuah teori hukum yang kemudian dikenal sebagai “Formula Radbruch” (Radbruchsche Formel) gagasan yang berupaya menyeimbangkan antara kepastian hukum (Rechtssicherheit) dan keadilan moral (Gerechtigkeit). Pandangan ini menandai titik balik besar dalam sejarah filsafat hukum: bahwa hukum tidak boleh lepas dari nilai-nilai moral dan kemanusiaan.
Baca Juga : Teori Keadilan Menurut Aristoteles: Antara Kesetaraan, Kelayakan, dan Tujuan Moral dalam Kehidupan Sosial
Latar Belakang Pemikiran Gustav Radbruch
Gustav Radbruch hidup di masa-masa sulit sejarah Jerman, saat hukum sering digunakan sebagai alat kekuasaan oleh rezim totaliter. Sebagai profesor hukum dan politisi dari Partai Sosial Demokrat, Radbruch menyaksikan bagaimana hukum positif digunakan untuk melegalkan ketidakadilan, terutama di bawah kekuasaan Nazi. Pengalaman inilah yang membuatnya kemudian mengkritik positivisme hukum murni, seperti yang dianut oleh Hans Kelsen, dan menegaskan pentingnya nilai keadilan dalam hukum. Menurut Radbruch, hukum tidak bisa hanya dipahami sebagai sistem norma yang sah secara formal. Sebaliknya, hukum juga harus mengandung unsur moral dan tujuan kemanusiaan.
Konsep Tiga Nilai Dasar Hukum Menurut Radbruch
Dalam filsafat hukumnya, Radbruch mengemukakan bahwa hukum memiliki tiga nilai fundamental yang harus dijaga secara seimbang:
- Keadilan (Gerechtigkeit) – hukum harus memberikan hak yang sama kepada setiap orang.
- Kepastian Hukum (Rechtssicherheit) – hukum harus memberikan ketertiban dan prediktabilitas dalam masyarakat.
- Kemanfaatan atau Tujuan Sosial (Zweckmäßigkeit) – hukum harus berfungsi untuk kesejahteraan masyarakat.
Namun, menurut Radbruch, keadilan adalah nilai tertinggi di antara ketiganya. Bila terjadi pertentangan antara hukum positif dan keadilan moral, maka keadilan harus diutamakan. “Where law reaches intolerable injustice, it must yield to justice.” (Ketika hukum mencapai tingkat ketidakadilan yang tak tertahankan, maka hukum itu harus tunduk kepada keadilan.)
Formula Radbruch: Ketika Hukum Tidak Lagi Adil
Radbruch merumuskan pandangan terkenalnya setelah melihat hukum Nazi yang secara formal sah, tetapi sangat tidak adil dan melanggar kemanusiaan. Dari situ lahirlah Radbruchsche Formel (Formula Radbruch), yang berbunyi: “The conflict between justice and legal certainty should be resolved in favor of positive law, unless the law is so unjust that it ceases to be law.” Artinya, kepastian hukum harus dijaga, kecuali jika hukum tersebut terlalu tidak adil sehingga tidak layak disebut sebagai hukum. Dengan formula ini, Radbruch menegaskan bahwa hukum tidak boleh dijadikan alat untuk menindas manusia. Ketika hukum kehilangan nilai moralnya, maka ia kehilangan hakikatnya sebagai hukum.
Keadilan Menurut Gustav Radbruch
Menurut Radbruch, keadilan bukanlah sekadar konsep abstrak, melainkan tujuan moral dari hukum itu sendiri. Ia mendefinisikan keadilan sebagai: “Keadilan adalah perlakuan yang sama bagi yang sama, dan perlakuan yang berbeda bagi yang berbeda, sejauh perbedaan itu dapat dibenarkan secara rasional.” Keadilan menuntut bahwa setiap individu diperlakukan secara setara di hadapan hukum, tetapi juga mengakui bahwa setiap orang memiliki kondisi dan kebutuhan yang berbeda. Dengan demikian, hukum yang adil adalah hukum yang menghormati martabat manusia (human dignity) dan mengabdi pada kemanusiaan.
Kritik terhadap Positivisme Hukum
Radbruch menganggap bahwa positivisme hukum, seperti yang diajarkan oleh Kelsen, berpotensi mendewakan hukum formal tanpa memperhatikan keadilan substantif. Hal ini terbukti pada masa Nazi, ketika kejahatan terhadap kemanusiaan dilakukan atas dasar hukum yang sah. Bagi Radbruch, kesalahan terbesar positivisme adalah menganggap hukum dan keadilan sebagai dua hal yang terpisah. Ia menegaskan bahwa hukum yang tidak adil secara ekstrem bukanlah hukum sama sekali (“extreme injustice is no law at all”). Dengan demikian, keadilan adalah ukuran moral yang menentukan apakah suatu norma benar-benar pantas disebut sebagai hukum.
Baca Juga : Teori Keadilan Menurut Plato: Harmoni Jiwa dan Negara dalam Filsafat Klasik Yunani
Relevansi Pemikiran Radbruch di Era Modern
Pemikiran Radbruch tetap relevan hingga saat ini, terutama dalam konteks penegakan hukum dan hak asasi manusia (HAM). Formula Radbruch menjadi dasar penting dalam pengadilan Jerman pasca-Perang Dunia II, terutama dalam menuntut para pelaku kejahatan Nazi yang bersembunyi di balik “hukum yang sah”. Dalam konteks Indonesia, semangat pemikiran Radbruch dapat ditemukan dalam prinsip negara hukum (rule of law) yang menempatkan keadilan sosial dan kemanusiaan di atas formalitas hukum.
(Gholib)
Referensi:
- Radbruch, Gustav. Gesetzliches Unrecht und Übergesetzliches Recht (1946).
- Radbruch, Gustav. Einführung in die Rechtswissenschaft. Stuttgart: Koehler, 1958.
- Fuller, Lon L. The Morality of Law. Yale University Press, 1964.
- Hart, H.L.A. The Concept of Law. Oxford: Clarendon Press, 1961.
- Friedman, W. Legal Theory. London: Stevens & Sons, 1960.
- Asshiddiqie, Jimly. Hukum dan Teori Keadilan. Jakarta: Konstitusi Press, 2015.
- Lloyd, Dennis. The Idea of Law. Penguin Books, 1964.