Artikel KPU Kab. Jayawijaya

Bentuk Negara Kesatuan yang Menyatukan Keragaman dalam Satu Kedaulatan Indonesia

Wamena, KPU Kabupaten Jayawijaya melihat dalam ilmu ketatanegaraan, bentuk negara kesatuan (unitary state) merupakan salah satu bentuk pemerintahan yang menegaskan kedaulatan tunggal di tangan pemerintah pusat. Di dalam bentuk ini, seluruh kekuasaan tertinggi berada pada pemerintah nasional sedangkan daerah hanya memperoleh kewenangan berdasarkan pelimpahan dari pusat. Indonesia sendiri menganut bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sebagaimana tercantum dalam Pasal 1 ayat (1) UUD 1945, yang menegaskan bahwa “Negara Indonesia ialah Negara Kesatuan yang berbentuk Republik.” Bentuk ini dipilih sebagai wujud dari semangat persatuan yang telah tumbuh sejak masa pergerakan nasional dan dideklarasikan melalui Sumpah Pemuda 1928.

Baca Juga : Dasar Negara Indonesia dan Nilai Pancasila

Makna Negara Kesatuan: Kedaulatan Satu, Wilayah Satu, Pemerintahan Satu

Negara kesatuan memiliki ciri utama:

  1. Kedaulatan berada di pemerintah pusat.
  2. Tidak ada negara bagian.
  3. Peraturan di seluruh wilayah bersumber dari undang-undang nasional.

Dalam bentuk negara kesatuan, pemerintah pusat menjadi sumber tertinggi hukum dan kebijakan nasional. Namun demikian, pelaksanaan kekuasaan dapat didelegasikan ke daerah melalui desentralisasi sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Sistem ini memungkinkan adanya otonomi daerah, di mana pemerintah daerah berwenang mengatur urusan lokal tanpa mengurangi keutuhan negara.

Sejarah Lahirnya Bentuk Negara Kesatuan di Indonesia

Keputusan untuk memilih bentuk negara kesatuan tidak muncul secara tiba-tiba. Dalam Sidang BPUPKI tahun 1945, para pendiri bangsa seperti Soekarno, Mohammad Hatta, dan Muhammad Yamin menyadari bahwa Indonesia memiliki keragaman suku, agama, dan budaya yang luas. Bentuk negara kesatuan dianggap paling tepat untuk menyatukan berbagai perbedaan di bawah satu payung hukum dan pemerintahan.

Pada periode Republik Indonesia Serikat (RIS) tahun 1949-1950, bentuk negara sempat berubah menjadi federal. Namun, sistem tersebut tidak bertahan lama karena dianggap memecah-belah bangsa. Akhirnya, melalui Piagam Jakarta dan Konferensi Meja Bundar, Indonesia kembali ke bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia pada 17 Agustus 1950.

Ciri dan Prinsip Negara Kesatuan

Negara kesatuan memiliki sejumlah prinsip dasar yang membedakannya dari bentuk negara lain, seperti federasi:

  1. Satu konstitusi nasional (UUD 1945).
  2. Satu kepala negara dan kepala pemerintahan nasional.
  3. Satu sistem hukum nasional yang mengikat seluruh rakyat.
  4. Satu kedaulatan yang tidak terbagi.

Prinsip ini membuat negara kesatuan lebih mudah dalam menjaga stabilitas politik, kesatuan hukum, dan keutuhan wilayah terutama dalam konteks negara kepulauan seperti Indonesia.

Perbandingan dengan Bentuk Negara Federal

Sebagai perbandingan, dalam negara federal seperti Amerika Serikat atau Jerman, kedaulatan terbagi antara pemerintah pusat dan pemerintah negara bagian. Setiap negara bagian memiliki konstitusi, parlemen, dan kekuasaan legislatif sendiri, meskipun tetap tunduk pada konstitusi federal.

Sebaliknya, negara kesatuan seperti Indonesia, Jepang, dan Prancis memiliki sistem hukum yang lebih terpusat. Meskipun ada otonomi daerah, semua kebijakan tetap mengacu pada konstitusi nasional.

Baca Juga : Bentuk Negara Indonesia : Negara Republik Indonesia sebagai Negara Kesatuan

Bentuk Negara Kesatuan sebagai Cermin Persatuan Bangsa

Bagi Indonesia, bentuk negara kesatuan bukan sekadar pilihan politik, melainkan manifestasi dari nilai-nilai persatuan dan kesetaraan. Dalam konteks Bhinneka Tunggal Ika, negara kesatuan menjadi sarana untuk menjaga harmoni di tengah keberagaman yang meliputi lebih dari 17.000 pulau, 1.340 suku bangsa, dan ratusan bahasa daerah. Dengan semangat gotong royong dan musyawarah, bentuk negara kesatuan menjadi fondasi kuat bagi pembangunan nasional dan integrasi sosial.

(Gholib)

Referensi:

  1. Miriam Budiardjo. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2008.
  2. Jimly Asshiddiqie. Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia. Jakarta: Konstitusi Press, 2006.
  3. Ni’matul Huda. Hukum Tata Negara Indonesia. Jakarta: Rajawali Pers, 2019.

Bagikan:

facebook twitter whatapps

Telah dilihat 94 kali