Artikel KPU Kab. Jayawijaya

Kotak Kosong Pilkada: Pengertian, Dasar Hukum, dan Kenapa Kotak Kosong Menang

Wamena, KPU Kabupaten Jayawijaya melihat bahwa beberapa tahun terakhir, pengertian kotak kosong semakin sering diperbincangkan dalam berbagai arena pemilihan kepala daerah (Pilkada) di Indonesia. Kotak kosong menjadi representasi dari pilihan masyarakat ketika hanya ada satu pasangan calon yang bersaing di surat suara. Secara resmi, kotak kosong adalah opsi alternatif dalam pemilihan umum yang disediakan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) ketika hanya ada satu kandidat untuk jabatan kepala daerah. Pemilih dapat mencoblos kotak kosong jika mereka tidak setuju dengan calon tunggal yang berpartisipasi dalam kompetisi.

Baca Juga : Kotak Kosong Menang? Cermin Kekecewaan Publik terhadap Kandidat Tunggal

Apa Itu Kotak Kosong dalam Pilkada?

Menurut Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Jayawijaya, kotak kosong berfungsi sebagai pilihan lain bagi pemilih apabila hanya ada satu pasangan calon untuk jabatan kepala daerah yang telah ditentukan. Pada surat suara, nama dari pasangan calon akan dicetak bersebelahan dengan satu kolom kosong yang tidak memuat gambar atau nama calon  inilah yang dinamakan kotak kosong. Para pemilih yang merasa tidak setuju dengan calon tunggal tersebut memiliki hak untuk mencoblos kotak kosong. Apabila hasil penghitungan suara menunjukkan kotak kosong mendapatkan suara yang lebih banyak dibandingkan calon tunggal, maka calon tersebut dinyatakan kalah, dan Pemilihan Kepala Daerah akan diadakan kembali pada periode berikutnya.

Keberadaan fenomena ini bukanlah sesuatu yang baru. Dalam Pilkada Makassar di tahun 2018, kotak kosong berhasil "mengalahkan" calon tunggal, yang menunjukkan bahwa masyarakat menggunakan hak suara mereka sebagai bentuk penolakan terhadap calon-calon yang tidak dianggap mewakili kepentingan mereka. Dr. Siti Nurhalimah, seorang pengamat politik dari Universitas Gadjah Mada, menjelaskan bahwa kotak kosong merupakan bentuk partisipasi politik yang sah dan sangat penting untuk menjaga keseimbangan dalam berdemokrasi. “Kotak kosong adalah sarana koreksi dari masyarakat. Apabila hanya ada satu calon, masyarakat tetap berhak untuk menolak. Ini menunjukkan bahwa demokrasi kita memberikan ruang bagi suara yang kritis,” ujarnya.

KPU Kabupaten Jayawijaya menegaskan bahwa keberadaan kotak kosong akan terus dipertahankan dalam sistem pemilihan kepala daerah di Indonesia. Mekanisme ini dianggap krusial untuk menjaga keutuhan pemilu, serta memastikan bahwa setiap kepala daerah yang terpilih benar-benar memperoleh legitimasi dari rakyat.

Dasar Hukum Keberadaan Kotak Kosong

Fenomena kotak tanpa isi dalam penyelenggaraan pemilihan kepala daerah menjadi elemen kritis dalam demokrasi Indonesia. Kehadirannya tidak muncul tanpa alasan, karena diatur secara rinci dalam berbagai peraturan yang ditetapkan oleh Komisi Pemilihan Umum serta didukung oleh Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 mengenai Pilkada. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 Pasal 54C menyatakan bahwa pemilihan masih dilakukan meskipun hanya ada satu pasangan calon yang bersaing. Dalam situasi ini, KPU harus menyediakan satu kolom untuk pasangan calon dan satu kolom kosong tanpa nama atau gambar di dalam surat suara kolom ini dikenal sebagai kotak kosong.

Apabila hasil pemungutan suara menunjukkan bahwa kotak kosong menerima suara yang lebih banyak, maka pasangan calon yang ada akan dinyatakan tidak terpilih, dan proses pemilihan kepala daerah akan ditunda hingga periode selanjutnya. Ini menjadi representasi nyata dari hak masyarakat untuk menolak kandidat yang tidak sesuai, meskipun hanya terdapat satu individu yang mencalonkan diri. Selanjutnya, Peraturan KPU Nomor 13 Tahun 2024 mengenai Pencalonan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah juga menegaskan metode pelaksanaan pemilihan saat ada calon tunggal. KPU daerah memiliki kewajiban untuk memastikan pemilih memahami hak mereka untuk memberikan suara atau tidak memberikan suara pada calon tunggal melalui sosialisasi yang merata.

Dr. Hendra Saputra, seorang pengamat politik dari Universitas Airlangga, menjelaskan bahwa adanya dasar hukum untuk kotak kosong memperkuat legitimasi dalam demokrasi lokal. “Ketika masyarakat diberikan kesempatan untuk menolak secara resmi, ini menunjukkan bahwa demokrasi kita tidak hanya sekadar prosedural, tetapi juga memiliki substansi. Kotak kosong adalah hak politik yang diakui oleh undang-undang,” ucapnya. Dengan demikian, kotak kosong bukanlah bentuk ketidakpuasan dalam memilih, tetapi merupakan bagian dari sistem pemilu yang sah. Ini berfungsi sebagai alat kontrol masyarakat terhadap proses politik di daerah, serta memastikan bahwa setiap calon yang terpilih benar-benar memperoleh mandat sepenuhnya dari rakyat.

Baca Juga : Nepotisme Bentuk Jejak Kuasa yang Menggerogoti Keadilan dan Sistem Merit

Mengapa Kotak Kosong Bisa Menang?

Menurut ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 dan Peraturan KPU Nomor 13 Tahun 2024, pemilu tetap diadakan meskipun hanya ada satu pasangan calon untuk kepala daerah. Dalam surat suara, masyarakat memiliki dua opsi: memilih pasangan calon yang ada atau mencoblos kolom kosong yang tidak berisi nama atau gambar. Kolom kosong dapat menang apabila suara yang diberikan pada kolom tersebut melebihi jumlah suara yang diperoleh pasangan calon tunggal. Jika hal ini terjadi, calon tunggal akan dinyatakan tidak terpilih, dan KPU akan menunda pemilihan sampai periode berikutnya.

Kemenangan kotak kosong sering kali terjadi disebabkan oleh rendahnya kepercayaan publik terhadap calon tunggal, baik karena latar belakang, gaya kepemimpinan, atau kondisi politik setempat. Selain itu, warga juga mungkin merasa bahwa proses pencalonan pasangan tunggal terlalu eksklusif atau kurang melibatkan masyarakat. Contoh paling terkenal terjadi pada Pilkada Kota Makassar tahun 2018, di mana kotak kosong berhasil memperoleh sekitar 53,23 persen suara, mengungguli pasangan calon tunggal Munafri Arifuddin dan Andi Rachmatika Dewi. Kemenangan ini merupakan bukti kuat bahwa masyarakat dapat menggunakan hak pilihnya untuk menolak calon yang dianggap tidak mewakili kehendak mereka.

Dr. Siti Nurhalimah, seorang pengamat politik dari Universitas Gadjah Mada, berpendapat bahwa kemenangan kotak kosong merupakan wujud protes politik yang sah serta konstruktif. “Kemenangan kotak kosong tidak menggambarkan ketidakpedulian, melainkan sinyal bahwa masyarakat mendambakan pemimpin yang lebih dapat dipercaya dan mewakili. Ini adalah bentuk pengawasan sosial terhadap proses politik,” tuturnya. Dengan demikian, keberhasilan kotak kosong merupakan perwujudan nyata dari kedaulatan rakyat. Proses ini menunjukkan bahwa demokrasi di Indonesia lebih dari sekadar formalitas, melainkan benar-benar memberi kesempatan kepada masyarakat untuk mengekspresikan penolakan mereka dengan cara yang sah dan bermartabat. (ARD)

Referensi:

  1. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota.
  2. Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 13 Tahun 2024 tentang Pencalonan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah.
  3. KPU Republik Indonesia. (2020). Laporan Evaluasi Pilkada Serentak 2018. Jakarta: KPU RI.
  4. Miriam Budiardjo. (2008). Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
  5. Jimly Asshiddiqie. (2015). Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara. Jakarta: Rajawali Pers.
  6. Haryanto, A. (2020). Demokrasi Lokal dan Dinamika Pilkada di Indonesia. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

 

Bagikan:

facebook twitter whatapps

Telah dilihat 15 kali