Artikel KPU Kab. Jayawijaya

Kewenangan Pemerintah Provinsi dan Kabupaten dalam Otonomi

Wamena – Sistem otonomi daerah di Indonesia memberi ruang bagi pemerintah provinsi dan kabupaten/kota untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan sesuai kewenangan masing-masing. Dengan dasar hukum yang kuat, terutama Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014, pembagian kewenangan antara pemerintah provinsi dan kabupaten/kota menjadi landasan penting agar pelayanan publik, pembangunan daerah, dan tata pemerintahan berjalan lebih efektif. Artikel ini membahas siapa melakukan apa (provinsi vs kabupaten), bagaimana kerangka hukumnya, tantangan dalam praktik, serta implikasinya bagi daerah seperti Papua.

Dasar Hukum dan Kerangka Pembagian Kewenangan

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah secara eksplisit mengatur pembagian urusan pemerintahan antara pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten/kota. Dalam Pasal 9 diatur tiga kategori urusan: absolut (sepenuhnya kewenangan pusat), konkuren (dibagi antara pusat dan daerah), dan umum (kewenangan presiden atau pelimpahan ke daerah). Pasal 13 menetapkan bahwa kriteria kewenangan provinsi meliputi urusan yang “lokasinya lintas kabupaten/kota”, “penggunanya lintas kabupaten/kota”, atau “lebih efisien apabila dilakukan oleh provinsi”. Sementara itu, kriteria kewenangan kabupaten/kota adalah urusan yang “lokasinya dalam kabupaten/kota”, “penggunanya dalam kabupaten/kota”, atau “lebih efisien apabila dilakukan oleh kabupaten/kota”. Dengan demikian, kerangka hukum memberi petunjuk yang cukup jelas mengenai pembagian kewenangan agar tidak tumpang tindih dan agar prinsip otonomi “seluas-luasnya” dapat direalisasikan.

Simak Juga : Perbedaan Pemerintah Pusat dan Daerah: Fungsi dan Kewenangannya

Bentuk Kewenangan Provinsi dan Kabupaten dalam Praktik

Sebagai contoh konkret, menurut UU 23/2014 provinsi memiliki kewenangan antara lain dalam urusan yang melintasi batas kabupaten/kota seperti pengelolaan sumber daya alam di laut dalam batas tertentu, pengaturan tata ruang provinsi, serta urusan pendidikan menengah dan transportasi antarkabupaten. Sedangkan kabupaten/kota memiliki kewenangan lebih “lokal” seperti pendidikan dasar, layanan kesehatan primer, pengelolaan pasar dan usaha mikro, serta penataan permukiman di wilayahnya. Misalnya, studi kasus di Sulawesi Selatan menemukan bahwa pengalihan manajemen pendidikan menengah dari kabupaten ke provinsi membawa implikasi nyata bagi kabupaten-kota dalam penyediaan anggaran dan kapasitas pelaksanaan.

Tantangan Pembagian Kewenangan dan Pengaruhnya di Daerah

Meskipun kerangka hukumnya sudah tersedia, dalam praktik pembagian kewenangan menemui berbagai hambatan. Misalnya, kabupaten/kota terkadang merasa kewenangan mereka dikurangi atau dibebankan tanpa sumber daya memadai, sementara provinsi menghadapi tantangan koordinasi antar kabupaten/kota. Sebuah kritik menyebut bahwa dalam revisi UU 23/2014 masih terdapat tarik ulur dalam pengelolaan lingkungan, kehutanan, dan energi yang semula berada di kabupaten dikonsolidasikan ke provinsi atau pusat.Pengaturan urusan yang “lintas kabupaten/kota” menuntut provinsi memiliki kapasitas yang memadai untuk mengelola secara efektif – hal ini menjadi tantangan di wilayah dengan kondisi geografis sulit seperti provinsi di Papua Pegunungan, di mana kabupaten-kota menghadapi keterbatasan infrastruktur dan SDM untuk mengambil alih kewenangan lokal.

Baca Juga : Mengenal Pemerintahan Daerah: Fungsi, Wewenang, dan Contohnya

Implikasi untuk Daerah seperti Papua Pegunungan

Di konteks wilayah khusus seperti Provinsi Papua Pegunungan (area pegunungan yang geografis sulit), pembagian kewenangan yang jelas menjadi sangat penting. Karena kondisi akses, populasi, dan sumber daya berbeda dengan daerah perkotaan, pemerintah provinsi dan kabupaten/kota harus berkolaborasi sangat erat agar kewenangan yang dibagi dapat dijalankan secara optimal. Misalnya, kabupaten-kota di Papua Pegunungan perlu dukungan provinsi dalam pengaturan tata ruang, pendidikan menengah dan akses transportasi antarkabupaten yang menjadi kewenangan provinsi. Begitu pula, provinsi perlu memastikan bahwa kabupaten mendapatkan kewenangan lokal yang relevan dengan kondisi setempat dan diberi dukungan teknis. Tanpa pembagian kewenangan yang adaptif dan koordinasi yang baik, potensi pelayanan publik di wilayah terpencil akan tertinggal.

Sumber :

  • Republik Indonesia. (2014). Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Lembaran Negara Republik Indonesia.
  • “Ihwal Urusan Pemerintahan Umum.” Sekretariat Kabinet Republik Indonesia.
  • “Hubungan Kewenangan Pusat dan Daerah menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014.” HukumOnline. 
  • “Revisi UU 23/2014: Menata Ulang Otonomi Daerah dan Kewenangan Lingkungan.” FITRA Riau.

 

Bagikan:

facebook twitter whatapps

Telah dilihat 41 kali