Artikel KPU Kab. Jayawijaya

UU Pemilu 2026, Menuju Reformasi Demokrasi Indonesia di Pemilu 2029

Wamena — Revisi UU Pemilu 2026 kini menjadi agenda penting bagi DPR dan pemerintah sebagai langkah memperkuat sistem demokrasi Indonesia menjelang Pemilu 2029. Pembahasan RUU ini dijadwalkan mulai bergulir pada 2026, dengan harapan bahwa regulasi baru akan memperbaiki kelemahan yang muncul selama pelaksanaan pemilu sebelumnya, serta menyelaraskan berbagai UU terkait pemilu, pilkada, dan partai politik.

Baca juga : Jadwal Pemilu 2029 dan Isu Pemisahan Pemilu Pusat serta Daerah

Latar Belakang Revisi UU Pemilu 2026

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu 2017) menjadi landasan hukum yang selama ini digunakan dalam pemilu nasional. Namun, berbagai evaluasi terhadap pemilu-pemilu terakhir menunjukkan bahwa banyak aspek masih rentan terhadap lemahnya regulasi di bidang logistik, teknologi, dan koordinasi antara penyelenggara di pusat dan daerah.

Pentingnya revisi UU Pemilu juga ditegaskan melalui keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menyatakan bahwa rezim pemilu dan pilkada harus diselaraskan sehingga tidak menjadi dua rezim berbeda. Hal ini membuka kemungkinan kodifikasi UU Pemilu bersama UU Pilkada dan UU Partai Politik ke dalam satu payung regulasi.

Agenda dan Tahapan Pembahasan RUU Pemilu 2026

Masuk Prolegnas Prioritas 2026

Revisi UU Pemilu telah resmi masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2026.  Menurut Wakil Ketua Komisi II DPR, Zulfikar Arse, pembahasan akan mulai dilakukan penuh mulai tahun 2026 agar ada waktu yang memadai untuk diskusi mendalam.

Penanganan di Komisi II DPR

Komisi II DPR diposisikan sebagai pihak yang menginisiasi dan menangani pembahasan RUU ini. Hal ini karena Komisi II memiliki kewenangan menyangkut pemerintahan dalam negeri, termasuk penyelenggaraan pemilu. Zulfikar Arse menyatakan bahwa Komisi II akan mempersiapkan naskah akademik dan draft RUU sejak dini.

Metode Kodifikasi

Salah satu opsi kuat dalam revisi ini adalah penggunaan metode kodifikasi, yaitu menyatukan regulasi pemilu, pilkada, dan partai politik dalam satu undang-undang.  Dengan kodifikasi, diharapkan tidak ada lagi tumpang-tindih regulasi dan penyederhanaan sistem hukum politik.

Poin Perubahan (Yang Diusulkan)

  • Berdasarkan laporan dan kajian, berikut beberapa poin krusial dalam revisi yang direncanakan:
  • Perubahan daerah pemilihan (dapil) agar lebih proporsional berdasarkan jumlah penduduk
  • Penyesuaian ambang batas parlemen (parliamentary threshold) agar lebih adil dan tidak menghambat partai kecil
  • Penguatan sistem pendataan pemilih berkelanjutan melalui teknologi (data digital terintegrasi)
  • Kewajiban keterwakilan perempuan minimal 30% dalam daftar calon legislatif
  • Penyesuaian aturan mengenai syarat pendidikan calon legislatif
  • Penguatan pengawasan dan sanksi melalui KPU, Bawaslu, dan DKPP agar pelaksanaan pemilu lebih transparan dan akuntabel
  • Penataan ulang tahapan pemilu dan pilkada sehingga tidak saling bertabrakan dan lebih efisien

Tantangan & Risiko Revisi UU Pemilu

  • Konflik Kepentingan Politik Antarpartai – Setiap partai memiliki posisi dan strategi berbeda, sehingga mencapai kesepakatan dalam perubahan aturan sering kali menjadi sulit.

  • Waktu Pembahasan Terbatas – Meski rencana revisi dimulai tahun 2026, banyak agenda legislatif lain yang harus diselesaikan DPR, sehingga proses revisi bisa tertunda bila prioritas berubah.

  • Integrasi Regulasi dan Sistem Teknologi – Kodifikasi aturan harus dilakukan dengan hati-hati agar penerapan sistem IT baru tidak menimbulkan masalah pada keamanan data, integrasi sistem, atau potensi diskriminasi.

  • Resistensi dari Daerah dan Stakeholder – Pemerintah daerah, partai lokal, serta organisasi masyarakat bisa menolak jika regulasi baru dinilai merugikan kepentingan mereka.

Dampak yang Diharapkan untuk Pemilu 2029

  • Sistem pemilu yang lebih simpel dan jelas → mudah dipahami masyarakat
  • Waktu dan anggaran yang lebih efisien karena tahapan pemilu dan pilkada disinergikan
  • Peningkatan kepercayaan publik terhadap hasil pemilu melalui regulasi yang transparan
  • Partisipasi politik yang lebih luas, terutama dari kaum muda dan perempuan
  • Konsolidasi hukum politik nasional, tanpa tumpang-tindih antara UU Pemilu, UU Pilkada, dan UU Partai Politk

Kesimpulan

Revisi UU Pemilu 2026 merupakan langkah komprehensif dan strategis dalam memperkuat demokrasi Indonesia menjelang Pemilu 2029. Dengan masuknya RUU ini di Prolegnas Prioritas dan pembahasan di Komisi II DPR, peluang perubahan aturan cukup besar. Namun, keberhasilan revisi ini sangat bergantung pada konsensus politik, kesiapan teknologi, dan keterlibatan publik secara aktif. Bila dilaksanakan dengan tepat, regulasi baru bisa menjadi fondasi demokrasi yang lebih sehat dan inklusif. (Ar)

Baca juga : Apa itu PDPB, Syarat dan Tujuannya

Bagikan:

facebook twitter whatapps

Telah dilihat 249 kali