
Thomas Aquinas, Menggabungkan Rasio dan Iman dalam Tradisi Hukum Irrasional
KPU Kabupaten Jayawijaya memandang bahwa Pemikiran hukum dari Thomas Aquinas tetap menjadi topik yang hangat dalam pembahasan filsafat hukum kontemporer.
Baca juga: SPIP KPU: Meningkatkan Akuntabilitas Melalui Sistem Pengendalian Internal Berbasis Digital
Thomas Aquinas dan Konsep Hukum Alam
Pemikiran hukum dari Thomas Aquinas tetap menjadi topik yang hangat dalam pembahasan filsafat hukum kontemporer. Meskipun dikenal sebagai tokoh sentral aliran hukum alam, pandangannya sering diasosiasikan dengan aliran hukum irrasional, yang menekankan bahwa iman dan kehendak Ilahi lebih tinggi daripada akal manusia.
Thomas Aquinas (1225–1274), seorang filsuf dan teolog dari Italia, berusaha mengharmoniskan ajaran iman Kristen dengan prinsip-prinsip rasional dari Aristoteles. Dalam karyanya yang terkenal, Summa Theologica, ia menyatakan bahwa hukum hakiki atau mutlak berasal dari hukum kekal (lex aeterna), yang akan menjadi fondasi utama bagi semua hukum alam dan hukum positif. Pandangan ini mengindikasikan bahwa hukum tidak sepenuhnya dapat dipahami hanya melalui akal, melainkan juga lewat wahyu dan nilai spiritual.
Dalam bingkai aliran hukum irrasional, Aquinas melihat moralitas dan keyakinan sebagai komponen esensial dalam pembentukan hukum. Ia berpendapat bahwa tanpa dasar moral dan nilai religius, hukum akan kehilangan keabsahan serta tujuannya dalam mencoba mewujudkan keadilan yang sesungguhnya. Pemikirannya kemudian menginspirasi banyak intelektual Eropa padamasa pertengahan dan modern, termasuk dalam pengembangan teori hukum gereja.
Para pakar hukum modern beranggapan bahwa pemikiran Aquinas tetap mengandung unsur rasional yang signifikan. Ia tidak mengingkari akal sebagai dasar, tetapi meletakkannya dalam konteks iman. Sebagai hasilnya, beberapa kalangan menganggapnya sebagai jembatan antara rasionalisme dan irrasionalisme dalam hukum.
Di sisi lain, aliran dari hukum irrasional umumnya merangkum semua pemikiran yang menolak rasionalitas tulen sebagai dasar fondasi hukum, dengan menekankan pada emosi, keyakinan, dan intuisi. Dalam hal ini, Thomas Aquinas menjadi contoh yang menarik bahwa ia tidak menolak akal tetapi menganggapnya tidak cukup tanpa petunjuk dari Ilahi.
Pemikiran Thomas Aquinas masih dianggap masih sangat relevan hingga saat ini, terutama saat dunia menghadapi dilema etika dan moral dalam sistem hukum modern. Banyak lembaga dan institusi pendidikan hukum masih mempelajari teori hukum alam Thomas Aquinas untuk memahami bagaimana nilai-nilai transendental dapat berperan dalam menciptakan keadilan sejati.
Dengan demikian, Thomas Aquinas lebih dari sekadar filsuf hukum tetapi juga seorang pemikir yang mengajarkan bahwa keseimbangan diantara akal dan iman manusia adalah kunci untuk hukum yang bermartabat.
Baca juga: Pengertian PDPB dan Tujuanya